Jumat, 14 Juni 2013

The Great Gatsby (2013)


Director: Baz Luhrmann
Cast: Leonardo Dicaprio, Tobey Maguire, Carey Mulligan, Isla Fisher, Joel Edgerton, Amitabh Bachchan, Elizabeth Debicki
Rate: 2,5/5


Bilamana sebuah cerita yang diisi dengan begitu banyak pemain papan atas tapi hasilnya biasa saja malah menjurus ke jelek? Kasus ini sering terjadi di belantika perfilman Hollywood. Sedikit memaksakan dengan mencampur banyak pemanis di sebuah film tanpa memikirkan alur cerita bisa jadi menggali lubang sendiri dan akhirnya filmnya terpuruk di lubang tersebut. Ambil contoh film Nine yang diserbu nama-nama berkelas Oscar tapi dinilai kurang seimbang dengan cerita filmnya yang sangat lemah. Sebelum tayang, The Great Gatsby juga kebagian isu yang sama. Disadur dari novel klasik karangan F. Scott Fitzgerald, The Great Gatsby yang awalnya akan dilempar ke pasar di tahun 2012 namun akhirnya mundur hampir setengah tahun dengan alasan sistem produksi. Tidak bisa disangkal, kutukan yang mengatakan film yang ditunda masa tayang begitu lama biasanya tidak percaya diri dengan hasil akhirnya. Dan kutukan tersebut juga menular ke The Great Gatsby.

Banyak yang menyayangkan mengapa The Great Gatsby hasilnya begitu mudah dilupakan. Padahal, jika kita melihat komposisi yang terkandung di film ini, kita seharusnya menaruh optimisme yang tinggi. Bayangkan, dengan Baz Luhrmann di belakang kamera dan nama-nama semisal Leonardo DiCaprio, Carey Mulligan, serta Tobey Maguire di dalamnya seharusnya, ya seharusnya bisa mendongkrak filmnya jauh mengawang di atas awan. Tampilan film ini sangat-sangat cantik, megah, anggun, dan tertekan secara bersamaan. Set dekorasi serta art direction film ini benar-benar visual orgasm bagi siapa saja yang menontonnya. Ditunjang pula musik dan peragaan busana yang menyejukkan telinga dan mata. Beberapa penyanyi ternama turut menyumbang suara mereka untuk meramaikan film ini. Dan sepertinya seluruh designer di dunia ini berbondong-bondong memberikan sponsorship kepada film ini. Bagaimana tidak, sepertinya bidang ini memang perlu dibidani layaknya fashion show karena cerita dan latar film ini memang memerlukan reklame sebuah kekayaan yang glamor dan flamboyan.

The Great Gatsby memiliki Leo, aktor ambisius yang akan selalu mencurahkan seluruh kemapannya agar terlihat berkualitas di depan layar. Sebagai Gatsby, hal itu berhasil ia buktikan. Dengan logat dan gaya yang ekspresif membuat kita yakin jika Leo adalah Gatsby yang parlente. Tidak kalah memukau adalah Tobey yang sukses menerjemahkan karakter Nick yang sendu, adil, dan bijaksana. Joel Edgerton dan Carey Mulligan sebagai pasutri kaya raya bagi saya sudah bermain dengan sangat pas, terhitung Isla Fisher yang tampil sebentar namun masih tetap mencuri perhatian. Di sektor ini, Luhrmann beruntung memiliki nama mereka di barisan cast-nya. Tidak untuk alur dan terlalu biasanya cerita yang dituju. Semuanya datar, dan tidak ada klimaks yang berarti yang bisa membangkitkan emosi penonton. Padahal, esensi dan masalah yang tertuang di film ini bisa dimanfaatkan dengan baik. Karena, bagaimanapun juga tema perselingkuhan apalagi di wilayah orang berduit pasti selalu menarik untuk disimak.

Lurhmann sepertinya tidak mau susah bagaimana filmnya akan bermuara dan berakhir seperti apa. Kecerobahan ini saya lihat karena Lurhmann lebih memfokuskan masalah teknis tadi. Setengah jam mendekati akhir film, di situlah saat terlemah The Great Gatsby. Kepergian salah satu toko sentral di film ini tidak memberikan efek iba kepada penonton.

Cukup sulit untuk bilang jika saya tidak menyukai film ini. Karena, jika saja Luhrmann tidak menyediakan kehidupan hura-hura yang terpampang di film ini, otomatis The Great Gatsby akan menjadi semakin tidak penting. Mungkin karena itu juga, kegelisahan penonton dibayar lunas oleh keartistikan sebuah lokasi di sebuah drama percintaan klasik ini. Namun, sebagai film yang dirilis di era musim panas, film ini pasti akan malu dengan serbuan film lain yang jauh lebih memukau baik di segi cerita maupun efek-efek canggih nan memukau. Dan sepertinya, Luhrmann harus belajar dari pengalaman agar tidak terlalu lamban untuk membuat sebuah film. Apalagi, ciri khas percintaan yang biasa ia torehkan di film-film sebelumnya semakin luntur. Saya (dan sepertinya para penonton yang lain juga) tidak mengharapkan lebih. Australia bisa begitu memorable bagi saya, karena apa? Karena Australia tidak neko-neko. Happy watching!

by: Aditya Saputra

1 komentar:

  1. Aku nonton film ini duluan setelah itu baru keluar film Tenggelam Kapal Van DerWick. Kok aku ngerasa dua film itu mirip ya.

    BalasHapus