Kamis, 17 Januari 2013

Silver Linings Playbook (2012)



Director: David O. Russell
Cast: Bradley Cooper, Jennifer Lawrence, Robert De Niro, Jackie Weaver, Julia Stiles, Chris Tucker, Anupam Kher
Rate: 3,5/5


Langsung saja. Silver Linings Playbook sedikit mengecewakan saya. Dalam artian, filem ini adalah salah satu yang saya tunggu, dan saya berekspektasi besar-besaran terhadap filem ini sebelumnya. Yang membuat saya antusias adalah isu yang mengalir beberapa bulan terkahir di berbagai festival filem yang banyak menganugerahi Silver Linings Playbooks (SLP) kemenangan di kategori akting. Dan betul, filem ini hanya hebat di sektor tersebut, dan sedikit timpang jika membicarakan filem ini secara keseluruhan. SLP tidak ada elemen yang membuat saya akan dengan gampang menontonnya untuk kesekian kalinya. Beda dengan karya Russell sebelumnya, The Fighter, yang walaupun tidak se-happy SLP, namun memunyai daya pikat yang seimbang. Disadur dari novel berjudul sama karangan Matthew Quick, SLP, in my humble opinion, hanya sekedar filem romansa.

Tokoh utama kita, Pat, mantan guru yang baru saja keluar dari rumah sakit jiwa karena mengidap penyakit bipolar order. Berusaha mengembalikkan kembali rumah tangganya yang rusak, Pat dipertemukan secara tak sengaja dengan Tiffany, seorang janda yang juga depresi akibat kematian suaminya dan dibalas dengan perilaku menyimpangnya sehingga menjadi gosip hangat di jajaran masyarakat kota tersebut. Kedua anak Adam yang 'aneh' dan berperilaku menyimpang ini terkoneksi satu sama lain dan melakukan banyak rencana dan perjanjian unik di antara keduanya. Kepulangan Pat awalnya juga disambut dingin oleh sang ayah. Dan berkat penjelasan sang ibu, akhirnya Pat lambat laun diterima dan menerima lingkungannya lagi.

Penggambaran Russell terhadap dua karakter utama yang sakit terbukti mampu mematahkan argumentasi jika filem bertemakan serupa akan jatuh ke tangis-tangisan saja. SLP lebih dari itu, karena secara langsung juga memaparkan refleksi perjuangan dan kisah cinta unik yang harus mereka terima akibat kesalahan mereka sendiri. Hanya saja, hadirnya sub-plot yang seakan dipaksa menyempitkan durasi cerita jelas menjadi titik kelemahan filemnya sendiri. Bagi saya, awal yang manis filem ini seakan dibuat berantakan di pertengahan, yang untungnya kembali digenjot lagi di akhir filemnya. Penafsiran yang bersifat semu memang akan sangat sulit diterima oleh penonton pada umumnya. Harus diakui filem ini memunyai cerita yang unik, gaya penyutradaraan Russell dengan memasukkan karakter-karakter disfungsional juga tak kalah hebat.

Masuknya nama Bradley Cooper beserta tiga aktor lainnya di bursa Oscar jelas prestasi tersendiri untuk filem ini. Jackie Weaver dan Robert De Niro sebagai pendukung main sangat efektif, namun jika untuk sampai di barisan penerima piala, Weaver tidak sekarismatik sebagai ibu seperti yang ditampilkan Melissa Leo di The Fighter. Jennifer Lawrence dengan ajiannya sukses mengelabui dan membuai penonton dengan akting naturalnya sebagai janda yang gila seks. Tatapan serta intonasi dialog yang ia lakukan tersirat dengan amat meyakinkan. Dan, Bradley Cooper, dia bermain bagus, tidak seperti biasanya. Ketotalannya menjadi pria delusional dan optimistik ditransfer dengan baik, hanya saja performanya terlihat masih standar jika harus bersanding di deretan nominator Best Picture Oscar. Bagi saya masih banyak aktor lain yang kemampuannya jauh di atas Cooper. Titik balik Chris Tucker boleh dibilang sebagai permulaan yang menggembirakan karena tidak asal memilih filem yang akan dibintanginya.

SLP pada akhirnya bercabang menjadi dua tema yang keduanya sama-sama menarik. Sebuah filem komedi yang dibalut dengan percintaan pasangan berumur dan sudah memiliki pengalaman dalam membangun rumah tangga sebelumnya. Beberapa adegan yang mudah sekali ditebak memang membuat filem ini berkurang unsur teka-tekinya. Dipenuhi dengan empat aktor mapan yang sukses bekerja sama membentuk kesatuan akting yang apik, SLP menjadi tontonan berkualitas tetapi tidak untuk ditonton berulang-ulang. Setidaknya, semoga ini menjadi pembuktian Russell dalam berkomitmen secara serius untuk menghasilkan karya yang benar-benar mampu dipandang kedua mata oleh kritikus. Happy watching!

by: Aditya Saputra

1 komentar: