Director : David O. Russell
Cast : Mark Wahlberg, Christian Bale, Melissa Leo, Amy Adams
Rate : 3,5/5
Mengapa dunia tinju selalu menarik perhatian para sineas untuk dipresentasikan ke pita seluloid? Latar belakang sang petinju yang 'gelap gulita'? Kedigdayaan sang petinju di singgasana ringnya? Atau masalah pelik dengan lingkungan baik keluarga maupun lingkungan? Apapun itu, dunia pertinjuan seakan membuka mata kritikus lebar-lebar jika tema seperti ini senantiasa bisa dijadikan 'sarapan' di pagi hari ataupun 'pencuci mulut' sebelum tidur. Martin Scorsese pernah memberi Oscar kepada Robert DeNiro, begitupun dengan Clint Eastwood yang menyumbang Oscar lagi untuk Hilary Swank. 2010 kemarin, David O. Russell yang pernah membuat kita sedikit terkesima lewat Three Kings-nya, sekarang ia mengajak kita ke pinggiran kota Amerika dan melihat perjalanan singkat dari petinju Mickey Ward.
Bersama sang kakak, Dicky Eklund, Mickey seakan 'mengemis' mencari sponsor untuk mengajaknya bertanding di atas ring. Eklund yang dulunya juga sempat menjadi primadona ring sekarang malah bobrok gara-gara kelakuannya mengkonsumsi barang haram dan candu akan wanita. Namun, ada ibu mereka yang sedikit otoriter yang menjadi manager bagi Mickey. Keegoisannya sempat menjadi jurang pemisah bagi kisah cinta Mickey dan seorang gadis pintar pelayan bar, Charlene Fleming. Permasalahan mulai muncul, Dicky harus mendekam di penjara, Dicky mengalami yang namanya depresi pengembangan diri. Yah, untung saja masih ada Charlene yang selalu memberi dorongan kepada Dicky di samping juga harus kembali mengatasi egosentris sang ibu. Roda berputar, Mickey berjaya.
Ya, David O. Russell yang selama ini hanya bermain di sektor aman, sekarang sudah berani menjamah bagian kiri festival. Walaupun nantinya kritikus tidak memenangkan film ini, setidaknya The Fighter punya taring cukup tajam yang pantas ditakuti pesaingnya. Apa yang membuat The Fighter menjadi begitu berkesan? Pertama adalah penuturan dramanya yang tidak menimbulkan kesan boring. Kita memang disajikan tampilan yang terkesan old-school, namun berkat David yang menjaga kestabilan emosi dari awal hingga akhir. Beliau tau kapan klimaks harus diberikan kepada penonton, kapan adegan tak begitu penting dimunculkan. David yang mengatur pula bagaimana isi naskah dari sang penulis juga sukses men-shoot posisi kamera agar indah dilihat. Contohnya adegan bertinju saja. Memang saya nilai adegan adu jotosnya tidak seglamor dan sekeras pendahulunya, Cinderella Man misal, tapi David tidak membodohi penonton dengan upper cut abal-abal. Singkat, sederhana, tapi tetap menggigit.
Mark Wahlberg memberikan penampilan terbaiknya. Bahkan lebih bagus daripada dia mengumpat habis-habisan di The Departed. Lihat raut mukanya yang memendam berbagai pertanyaan hidup. Amy Adams tak kalah hebat. Gadis beringasan dan mau menang sendiri diimplementasikan dengan cukup cantik. Doubt dan Junebug-nya beralasan. Christian Bale dan Melissa Leo menang Oscar dari film ini. Dan mereka pantas mendapatkannya. Bale yang rela beranoreksia ria sungguh bermain tanpa cacat. Pesona Eklund yang urakan dan kumel seperti sudah ditakdirkan untuk dirinya. Leo tak kalah hebat, sosok ibu yang peduli akan kasih cinta anaknya sama kuatnya saat ia juga harus memberi perhatian lebih kepada bocah-bocahnya di Frozen River. Yah, tugas casting director untuk film ini ditata sempurna!
My verdict: The Fighter mempunyai point of view yang kaya dalam memberikan amanatnya. Kesimpulan sebuah film memang jatuh di tangan penonton masing-masing. Bagi saya, film ini memaparkan kisah kasih keluarga dengan sangat murni lewat tampilan buram kerasnya. Tidak menjelaskan secara frontal tentang hubungan sedarah tapi tak kandung ini. Dilengkapi dengan performa nomor wahid dari sang aktornya, mari kita masukkan The Fighter di list film-film bertema tinju berkualitas yang pernah ada. Happy watching!
by: Aditya Saputra
Cast : Mark Wahlberg, Christian Bale, Melissa Leo, Amy Adams
Rate : 3,5/5
Mengapa dunia tinju selalu menarik perhatian para sineas untuk dipresentasikan ke pita seluloid? Latar belakang sang petinju yang 'gelap gulita'? Kedigdayaan sang petinju di singgasana ringnya? Atau masalah pelik dengan lingkungan baik keluarga maupun lingkungan? Apapun itu, dunia pertinjuan seakan membuka mata kritikus lebar-lebar jika tema seperti ini senantiasa bisa dijadikan 'sarapan' di pagi hari ataupun 'pencuci mulut' sebelum tidur. Martin Scorsese pernah memberi Oscar kepada Robert DeNiro, begitupun dengan Clint Eastwood yang menyumbang Oscar lagi untuk Hilary Swank. 2010 kemarin, David O. Russell yang pernah membuat kita sedikit terkesima lewat Three Kings-nya, sekarang ia mengajak kita ke pinggiran kota Amerika dan melihat perjalanan singkat dari petinju Mickey Ward.
Bersama sang kakak, Dicky Eklund, Mickey seakan 'mengemis' mencari sponsor untuk mengajaknya bertanding di atas ring. Eklund yang dulunya juga sempat menjadi primadona ring sekarang malah bobrok gara-gara kelakuannya mengkonsumsi barang haram dan candu akan wanita. Namun, ada ibu mereka yang sedikit otoriter yang menjadi manager bagi Mickey. Keegoisannya sempat menjadi jurang pemisah bagi kisah cinta Mickey dan seorang gadis pintar pelayan bar, Charlene Fleming. Permasalahan mulai muncul, Dicky harus mendekam di penjara, Dicky mengalami yang namanya depresi pengembangan diri. Yah, untung saja masih ada Charlene yang selalu memberi dorongan kepada Dicky di samping juga harus kembali mengatasi egosentris sang ibu. Roda berputar, Mickey berjaya.
Ya, David O. Russell yang selama ini hanya bermain di sektor aman, sekarang sudah berani menjamah bagian kiri festival. Walaupun nantinya kritikus tidak memenangkan film ini, setidaknya The Fighter punya taring cukup tajam yang pantas ditakuti pesaingnya. Apa yang membuat The Fighter menjadi begitu berkesan? Pertama adalah penuturan dramanya yang tidak menimbulkan kesan boring. Kita memang disajikan tampilan yang terkesan old-school, namun berkat David yang menjaga kestabilan emosi dari awal hingga akhir. Beliau tau kapan klimaks harus diberikan kepada penonton, kapan adegan tak begitu penting dimunculkan. David yang mengatur pula bagaimana isi naskah dari sang penulis juga sukses men-shoot posisi kamera agar indah dilihat. Contohnya adegan bertinju saja. Memang saya nilai adegan adu jotosnya tidak seglamor dan sekeras pendahulunya, Cinderella Man misal, tapi David tidak membodohi penonton dengan upper cut abal-abal. Singkat, sederhana, tapi tetap menggigit.
Mark Wahlberg memberikan penampilan terbaiknya. Bahkan lebih bagus daripada dia mengumpat habis-habisan di The Departed. Lihat raut mukanya yang memendam berbagai pertanyaan hidup. Amy Adams tak kalah hebat. Gadis beringasan dan mau menang sendiri diimplementasikan dengan cukup cantik. Doubt dan Junebug-nya beralasan. Christian Bale dan Melissa Leo menang Oscar dari film ini. Dan mereka pantas mendapatkannya. Bale yang rela beranoreksia ria sungguh bermain tanpa cacat. Pesona Eklund yang urakan dan kumel seperti sudah ditakdirkan untuk dirinya. Leo tak kalah hebat, sosok ibu yang peduli akan kasih cinta anaknya sama kuatnya saat ia juga harus memberi perhatian lebih kepada bocah-bocahnya di Frozen River. Yah, tugas casting director untuk film ini ditata sempurna!
My verdict: The Fighter mempunyai point of view yang kaya dalam memberikan amanatnya. Kesimpulan sebuah film memang jatuh di tangan penonton masing-masing. Bagi saya, film ini memaparkan kisah kasih keluarga dengan sangat murni lewat tampilan buram kerasnya. Tidak menjelaskan secara frontal tentang hubungan sedarah tapi tak kandung ini. Dilengkapi dengan performa nomor wahid dari sang aktornya, mari kita masukkan The Fighter di list film-film bertema tinju berkualitas yang pernah ada. Happy watching!
by: Aditya Saputra
Tidak ada komentar:
Posting Komentar