Rabu, 20 Oktober 2010

The Killing Fields (1984)

Director : Rolan Joffe
Cast : Sam Waterston, Haing S. Ngor, John Malkovich, Craig T. Nelson
Rate : 4/5


Sinema lawas Hollywood cenderung diisi dengan kemonotonan tema. Pada masa pertengahan 80an, bioskop hanya diamunisi berbagai film bertopikan perang yang bisa berasal dari World War, otoriter Nazi, serta kawasan Asia. Namun, hal itu ternyata tidak menyurutkan kualitas film perang pada waktu itu di hati kritikus. Sebut saja Platoon yang menjadi primadona di ajang Oscar, paket perang dalam seting Vietnam.

Ada lagi film The Killing Fields, feature di daratan Asia Tenggara yang bercerita tentang persahabatan dua pria beda ras yang harus terpisah karena kondisi pada saat itu yang tidak memungkinkan untuk bersama. Adalah sang reporter yang dibantu oleh pria setempat dalam mendokumentasikan perang atas dasar pekerjaan. Hingga suatu ketika saat sang reporter memperoleh Pulitzer, beliau bersikeras mencari sahabatnya yang sekarang hidup terkatung-katung di tanah Kamboja.


Beberapa hal primer yang saya akan ringkas meliputi sinematografi, akting dan pengeksekusian kreator. Anda boleh saja mengeluh dengan durasi film ini, tapi patut diingat jika hal itu masih bersifat wajar untuk ukuran war movie. Dan yang paling menunjang adalah tampilan sinematografi yang cantik dari kamera DoP yang sanggup mengatur emosi lewat gambar bergerak. Saya jamin, penonton tidak akan cepat gusar sekalipun tangan dan kaki sudah mulai kesemutan. Dari segi akting, penampilan luar biasa juga diperlihatkan oleh Sam Waterson dan Haing S. Ngor. Olah aksi mereka berdua, suasana drama dan aroma kepedihan menjadi lebih hidup dan enak ditonton. Tak salah jika keduanya dijagokan di Akademi kendati hanya Ngor yang menang.


Penguasaan Rollan Joffe sebagai sutradara berjalan dengan lancar. Joffe layaknya Oliver Stone yang berani mengeksekusi setiap adegannya menjadi lebih realistis dan menawan. Adegan tembak, ranjau meledak, kaki buntung, tengkorak hingga ceceran darah yang diramu dengan sangat frontal. Ada beberapa memorable scene di sini. Salah satunya dan yang paling saya suka adalah ketika perang pada pertengahan film, di situ terdapat anak kecil menangis kencang sambil menutup telinga. Hanya manusia berhati batu yang tidak tersentuh dengan scene itu.


Mengejutkan memang jika pertemanan anak Adam harus dijembatani lewat sebuah metamorfora yang menyengsarakan. The Killing Fields memang berhasil diterjemahkan dengan sangat baik dan cocok disematkan sebagai salah satu war movie terbaik yang pernah ada. Yah, generalisasinya memang rumit tapi cukup ampuh membuat penonton puas dan terkagum-kagum berkat yang disajikan sutradaranya. Happy watching!

by : Aditya Saputra

Tidak ada komentar:

Posting Komentar