Kamis, 14 Oktober 2010

Madame X (2010)

Director : Lucky Kuswandi
Cast : Aming, Joko Anwar, Shanty, Marcell, Ria Irawan, Robby Tumewu, Sarah Sechan, Vincent Rompies, Fitri Tropica, Titi DJ
Rate : 3/5


Madame X terealisasi akibat celetukan Aming kepada Nia Dinata yang menginginkan ada sesosok superhero yang keluar dari pattern-nya namun juga segar dalam karakteristik. Aming menginginkan adanya super-transgender, dan diiyakan oleh Nia. Jadilah, Madame X hadir dengan tampilan konyol namun juga menyentil kehidupan sosial bangsa kita. Sayangnya, nama Madame X sendiri tidak terlalu orisinil karena ada nama serupa yang beredar di luaran sana.

Ah, ceritanya klise, bahkan kita bisa tau arus plot film ini akan ke mana. Adam, bencong salon, yang ditakdirkan membela kaum lemah atas suatu perkara dengan komplotan ormas yang merasa risih dengan keberadaan para waria. See, format superhero melawan villain yang tentu saja akan dimenangkan oleh pihak yang benar.


Mengambil gaya Hollywood, pahlawan di sini juga mengalami tekanan batin, perombakan watak, pertemuan dengan kaki kanan, bersinggungan dengan kisah cinta yang rumit. Yang menarik adalah, Aming yang saya nilai berhasil menghibur namun juga berhasil menimbulkan kesan annoyance yang berlebih. Sukses karena dia mewakili sosok pria gemulai dengan perkasa, hancur karena kekonyolannya dalam berbusana yang sangat mengganggu. Tapi begitu, peran ini memang untuk Aming seorang.
Melainkan untuk para pendukung juga bermain cukup. Mungkin hanya Vincent Rompies yang terbilang lumayan, dan Joko Anwar yang sangat berani bermain slenge'an.

Humor di film ini kebanyakan bersifat garing tidak renyah, kendati ada juga yang berhasil mengundang ketawa. Mungkin penulis naskahnya kurang merevisi skripnya dan sutradaranya menyuruh aktornya terlalu berimprovisasi.
Walaupun banyak kedodorannya, sang sutradara mampu memberikan ruang khusus untuk menampilkan flashback sang tokoh utama dengan emosionil. Pun penggunaan efek komputer yang bisa dikatakan bagus untuk ukuran film Indonesia. Kemudian adalah penerapan layaknya buku komik yang menimbulkan efek bunyi dalam adegan action untuk klimaks film ini. Lagi-lagi disayangkan jika mengingat teknik tersebut akan lebih bagus jika dipakai dari awal film.

Yah, ini handmade movie yang patut kita apresiasikan karena keberanian sineasnya untuk keluar jalur perfilman lokal sekaligus menampilkan tema unik. Jangan pula disamakan dengan produk luar, akan seperti hamburger dan roti isi kacang tanah. Karena saya memiliki standar tersendiri untu menilai produk dagri. Sekalipun film ini bergumpal hal minum dalam segi cerita maupun teknis, yang maksi adalah kepuasan tersendiri jika masuk bioskop tidak hanya menemui setan narsis di sana-sini. Happy watching!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar