Director: Bill Condon
Cast: Kristen Stewart, Robbert Pattinson, Taylor Lutner, Ashley Greene, Kellan Lutz, Anna Kendrick
Rate: 2,5/5
Melihat ke belakang, mulai dari Twilight, New Moon hingga Eclipse, semua menyisakan nol memori yang menjadi tolak ukur betapa membosankannya menonton sepak terjang antara si vampir penuh glitter di wajah dengan manusia serigala doyan shirtless hanya dalam merebutkan wanita menye-menye. Entah kenapa, parodi menggelikan itu malah menjadi isu global yang menyeruak di kalangan remaja dan ibu-ibu beberapa tahun ini. Tidak bisa menyalahkan mereka juga. Stephenie Meyer selaku penulis novelnya memang seakan mengobral kisah klasik tapi sedap untuk disantap para twihards. Lucunya, dari film pertama hingga keempat ini, sineas yang menyutradarainya selalu berbeda. Kali ini, bangku director diduduki Bill Condon. Condon, dialah yang membuat naskah film musikal bertutur klasik yang berhasil menganugrahi Oscar untuk Catherine Zeta-Jones, Chicago. Ia juga orang yang bertanggung jawab hingga Jennifer Hudson menang Oscar lewat Dreamgirls. Spesialis musikal?
Untuk Breaking Dawn sendiri sebenarnya tidak ada pembaharuan mutlak yang mampu membuat twi-haters banting stir untuk lantas mencintai waralaba ini. Dialog-dialog tidak kalah annoying-nya dari seri sebelumnya, akting juga masih segitu-segitu saja, konsep si baik melawan si jahat juga sekelebat muncul. Tapi ada pembeda di Breaking Dawn, situasi semakin kompleks. Klimaks semakin mengemuka. Klan werewolves dengan vampire kendati sudah melakukan perjanjian tapi tetap masih memukul gong perang. Awal mulanya, Edward dan Bella akhirnya menikah. Entahlah, Edward yang disebut pedofil atau Bella yang odipus kompleks. Yang jelas pernikahan mereka berjalan mulus hingga ke arena ranjang dalam suasana honey moon. Tak lama, bahkan terlalu singkat, Bella akhirnya mengandung anak yang tidak diharapkan untuk hidup. Bahkan Cullen menyebutnya 'makhluk'. Benar saja, jabang bayi ini menggerogoti tubuh Bella sampai pada akhirnya suatu keputusan mengubah garis besar kehidupan Bella.
Kita kesampingkan dulu minus film ini. Saya menemukan hal baru yang bisa jadi menjadi tolak ukur baru bagi saya untuk mengubah skeptis atas franchise ini. Condon yang semula saya ragukan kapasitasnya di projeknya kali ini ternyata bermain cukup menarik. Kendati awalnya sangat pelan bahkan terasa tidak habis-habis, tapi sesaat menuju ending film ini berubah total, mengasikkan. Unsur thriller-nya mengena, editing-nya juga bagus, membuat penonton ikut berkecamuk dan merasa iba terhadap tontonan di layar. Saya yakin, jika ritme kinerja sutradaranya stabil, mungkin saja seri kedua jauh lebih menyenangkan dan penuh kejutan. At least, jiwa musikalitas Condon masih berfungsi baik dengan sigapnya ia memilih lagu-lagu bagus pengiring film ini. Serupa tak sama, permainan akting para bintangnya juga lempem-lempem saja. Minus Kristen Stewart, hampir semuanya berdialog seakan membaca skrip. Flat, tanpa jiwa. Stewart sendiri yang bermain optimal, kerja kerasnya menguruskan badan sukses mengubah image cantiknya selama ini. Kencatikan seorang ibu hamil memudar begitu saja.
Jujur saja, saya lebih nyaman menonton Breaking Dawn jika dibandingkan dengan Transformers ketiga beberapa bulan lalu. Efek megah ternyata bukan segalanya, melainkan naskah yang tertata rapih. Untunglah Rosenberg kali ini bukan sekadar dapat honor tapi benar-benar bekerja. Rupanya, Condon berhasil mengatur posisi masing-masing krunya untuk memaksimalkan seri pamungkas ini. Terlebih untuk pergerakkan kamera dan sinematografi yang terlalu signifikan dan indah untuk dipandang. Nilai plus lain untuk film ini.
My verdict, euforia kebimbangan anak manusia dalam memilih cinta antara menjadi vampir atau manusia serigala memang masih membuncah dan akan terus begitu hingga filmnya usai sekalipun. Setali tiga uang dengan Harry Potter, Twilight memiliki selling point di atas rata-rata dan akhirnya memiliki dampak terkait juga terhadap perfilman masa depan nantinya. Terlihat bagaimana larisnya sebuah romansa sekalipun dibalut dengan unsur horor dan dialog super berlebihannya. Seburuk-buruknya kelima film Twilight, kelima-limanya tetap akan ditonton untuk melihat betapa fenomenalnya cinta terlarang ini. Happy watching!
by: Aditya Saputra
Cast: Kristen Stewart, Robbert Pattinson, Taylor Lutner, Ashley Greene, Kellan Lutz, Anna Kendrick
Rate: 2,5/5
Melihat ke belakang, mulai dari Twilight, New Moon hingga Eclipse, semua menyisakan nol memori yang menjadi tolak ukur betapa membosankannya menonton sepak terjang antara si vampir penuh glitter di wajah dengan manusia serigala doyan shirtless hanya dalam merebutkan wanita menye-menye. Entah kenapa, parodi menggelikan itu malah menjadi isu global yang menyeruak di kalangan remaja dan ibu-ibu beberapa tahun ini. Tidak bisa menyalahkan mereka juga. Stephenie Meyer selaku penulis novelnya memang seakan mengobral kisah klasik tapi sedap untuk disantap para twihards. Lucunya, dari film pertama hingga keempat ini, sineas yang menyutradarainya selalu berbeda. Kali ini, bangku director diduduki Bill Condon. Condon, dialah yang membuat naskah film musikal bertutur klasik yang berhasil menganugrahi Oscar untuk Catherine Zeta-Jones, Chicago. Ia juga orang yang bertanggung jawab hingga Jennifer Hudson menang Oscar lewat Dreamgirls. Spesialis musikal?
Untuk Breaking Dawn sendiri sebenarnya tidak ada pembaharuan mutlak yang mampu membuat twi-haters banting stir untuk lantas mencintai waralaba ini. Dialog-dialog tidak kalah annoying-nya dari seri sebelumnya, akting juga masih segitu-segitu saja, konsep si baik melawan si jahat juga sekelebat muncul. Tapi ada pembeda di Breaking Dawn, situasi semakin kompleks. Klimaks semakin mengemuka. Klan werewolves dengan vampire kendati sudah melakukan perjanjian tapi tetap masih memukul gong perang. Awal mulanya, Edward dan Bella akhirnya menikah. Entahlah, Edward yang disebut pedofil atau Bella yang odipus kompleks. Yang jelas pernikahan mereka berjalan mulus hingga ke arena ranjang dalam suasana honey moon. Tak lama, bahkan terlalu singkat, Bella akhirnya mengandung anak yang tidak diharapkan untuk hidup. Bahkan Cullen menyebutnya 'makhluk'. Benar saja, jabang bayi ini menggerogoti tubuh Bella sampai pada akhirnya suatu keputusan mengubah garis besar kehidupan Bella.
Kita kesampingkan dulu minus film ini. Saya menemukan hal baru yang bisa jadi menjadi tolak ukur baru bagi saya untuk mengubah skeptis atas franchise ini. Condon yang semula saya ragukan kapasitasnya di projeknya kali ini ternyata bermain cukup menarik. Kendati awalnya sangat pelan bahkan terasa tidak habis-habis, tapi sesaat menuju ending film ini berubah total, mengasikkan. Unsur thriller-nya mengena, editing-nya juga bagus, membuat penonton ikut berkecamuk dan merasa iba terhadap tontonan di layar. Saya yakin, jika ritme kinerja sutradaranya stabil, mungkin saja seri kedua jauh lebih menyenangkan dan penuh kejutan. At least, jiwa musikalitas Condon masih berfungsi baik dengan sigapnya ia memilih lagu-lagu bagus pengiring film ini. Serupa tak sama, permainan akting para bintangnya juga lempem-lempem saja. Minus Kristen Stewart, hampir semuanya berdialog seakan membaca skrip. Flat, tanpa jiwa. Stewart sendiri yang bermain optimal, kerja kerasnya menguruskan badan sukses mengubah image cantiknya selama ini. Kencatikan seorang ibu hamil memudar begitu saja.
Jujur saja, saya lebih nyaman menonton Breaking Dawn jika dibandingkan dengan Transformers ketiga beberapa bulan lalu. Efek megah ternyata bukan segalanya, melainkan naskah yang tertata rapih. Untunglah Rosenberg kali ini bukan sekadar dapat honor tapi benar-benar bekerja. Rupanya, Condon berhasil mengatur posisi masing-masing krunya untuk memaksimalkan seri pamungkas ini. Terlebih untuk pergerakkan kamera dan sinematografi yang terlalu signifikan dan indah untuk dipandang. Nilai plus lain untuk film ini.
My verdict, euforia kebimbangan anak manusia dalam memilih cinta antara menjadi vampir atau manusia serigala memang masih membuncah dan akan terus begitu hingga filmnya usai sekalipun. Setali tiga uang dengan Harry Potter, Twilight memiliki selling point di atas rata-rata dan akhirnya memiliki dampak terkait juga terhadap perfilman masa depan nantinya. Terlihat bagaimana larisnya sebuah romansa sekalipun dibalut dengan unsur horor dan dialog super berlebihannya. Seburuk-buruknya kelima film Twilight, kelima-limanya tetap akan ditonton untuk melihat betapa fenomenalnya cinta terlarang ini. Happy watching!
by: Aditya Saputra
Tidak ada komentar:
Posting Komentar