Kamis, 21 Oktober 2010

Elephant (2003)

Director : Gus Vant Sant
Cast : Alex Frost, Eric Deulen, John Robinson, Elias McConnell, Jordan Taylor
Rate : 4,5/5



Elephant telah memberikan saya arti tabir kehidupan seorang (atau beberapa) remaja. Berhubung saya sendiri seorang remaja, jadi saya pun bisa memahami kondisi dan makna dari film ini. Bagaimana sang remaja akan terbentuk dari 'bantuan' lingkungan sekitar baik yang bersifat positif maupun negatif. Dalam karya Gus Van Sant kali ini, diperlihatkan dengan sangat menohok sekali, akibat 'bantuan' itu, seseorang remaja bahkan bisa sangat meledak-ledak dan meluapkan segala keluh kesah yang mungkin saja, membuat hidupnya terasa lebih puas.

Di awal dan akhir film kita sudah dilihatkan sebuah personifikasi awan yang berubah-ubah setiap detik. Kenampakan alam yang begitu cantik bahkan bisa merasa gundah dan kelam dalam waktu yang hampir berdekatan. Prosa menarik inilah yang akan menggiring kita untuk melihat drama mengesankan yang akan mempengaruhi pola pikir akan sesuatu yang sangat kecil namun jiwa berontaknya yang luar biasa. Di sini, Van Sant mengambil seting sekolahan 90-an yang memungkinkan isu film ini menjadi lebih realistis.

Dari persepsi saya, gaya penyutradaran film ini sangat memukau. Tata kamera dan sinematografi yang sangat fokus membuat saya semakin memahami pantauan Van Sant yang mengikutsertakan penonton untuk menjaga cerita sampai klimaks yang sangat mngejutkan itu. Tokohnya sangat beragam, dan mewakili masing-masing satu perihal berbeda walaupun penyelesaian masalahnya tetap sama. Nah, dari banyak tokoh itu pula, Van Sant menarik kesimpulan dengan mengambil sudut pandang dari tiap karakter. Saya sampai kaget saat mengetahui jika para tokoh itu berada dalam satu frame ketika adegan berikutnya melompat.

Ada pelajar yang hobi fotografi, pelajar tampan, trio gadis hobi merumpi, duo sahabat yang 'mengikuti' program bullying, pelajar dan ayahnya yang pemabuk. Semua dimainkan oleh aktor yang sangat sangat asing di telinga saya. Namun hebatnya, keterlibatan mereka sama sekali tidak mengganggu dan malah berhasil serta sanggup mengemban tugasnya dengan sangat baik.

Harap digarisbawahi, film ini 'hanya' berdurasi 80 menitan saja. Saking briliannya, dengan waktu sesingkat itu sang sutradara dengan handal memutarbalikan situasi sempit menjadi penuh makna dan membekas di hati, sangat memorable istilahnya. Dipenuhi dengan segala kerahasiaan dan ketajaman karakterisasi diliputi watak yang sangat pas.

My verdict: Walaupun Van Sant menggamblangkan semuanya, tapi Elephant berhasil mengilustrasikan kehidupan para remaja dengan sangat halus namun kejam dan memberontak. Tak diragukan kualitas film ini hingga mampu maju cepat di kontes Cannes Film Festival dan memberikan Palme d'Or kepada Gus Vant Sant sebagai sutradara terbaik. Cicipi hidangan ini di muka film, jika semakin tertarik, santap lebih lanjut. Dan akhiri dengan berpikir keras. Jika Anda merasa kekenyangan (baca: ngantuk) di tengah film, kunyah pelan-pelan dan Anda akan merasakan kelegaan saat menelannya. Happy watching!

by : Aditya Saputra

4 komentar:

  1. Aku juga suka elephant jun, vcdnya bahkan uda rusak kali ya karna diputer gak cuman sekali, kalo kamu perhatiin, shoot GVS yang cuma ngambil dr jarak jauh (gak pernah ada close up or medium shoot) nunjukin kalau kita adalah benar2 penonton dalam kehidupan remaja itu, we never really understand them and their life, yang buat Elephant jadi kayak kegelisahan GVS akan teenage world skrg ini. p.s seingetku film ini terinspirasi dari tragedi columbine 1999

    BalasHapus
  2. Yang aku salutin gini Mbak. Kan di satu adegan bisa jadi ngambil dari sudut beberapa pemain. Kayak pas si Eli ngambil gambar Alex sedangkan ada cewek lari di samping mereka. Nah, saya kagum karena ngambil dari beberapa sisi namun gak ada miss-nya sama sekali.

    Dan, iya. Aku juga setuju yang penyorotan kamera seolah-olah GVS juga 'ikut' menonton. Yep, pas cari di paman Gugel juga ternyata film ini terinspirasi olh kejadian itu dan jadi inspirasi buat Ekskul. ;p

    BalasHapus
  3. Korelasi antara judul dan jalan ceritanya tahu, kan? :)

    BalasHapus
  4. Biar gak menyesatkan, saya kutip langsung dari Mas Wikipedia. ;p

    “The title is a tribute to the 1989 BBC short film of the same name, directed by Alan Clarke. Van Sant originally believed Clarke’s title referred to the story of several blind men trying to describe an elephant and each one drawing different conclusions based on which body part they were touching. Later, he found out that it was referring to the saying about “a problem being as easy to ignore as an elephant in a bedroom.” Van Sant’s film uses the earlier interpretation, as the same general timeline is shown multiple times, from multiple viewpoints.

    The earlier film reflects on sectarian violence in Northern Ireland. Van Sant’s minimalist style and use of tracking shots mirrors Clarke’s film. Clarke used the title to refer to the phrase “elephant in the room” — a reference to the collective denial of some very obvious problem.

    A drawing of an elephant as well as an image of an elephant on a throw on the bed can be seen in Alex’s room, while he plays the piano. (Wikipedia)“

    BalasHapus