Sabtu, 30 Oktober 2010

Notting Hill (1999)

Director : Roger Michell
Cast : Julia Roberts, Hugh Grant, Rhys Ifans, Lorelei King
Rate : 3/5


Cobaan terberat saya saat harus menonton sebuah film drama romantis adalah bagaimana saya agar tidak terbuai dengan jalan cerita yang ada. Walau kebanyakan film bernada romantis tidak memiliki alternatif penyelesaian cerita dengan kebahagian, biasanya saya menyiasatinya dengan penampilan aktornya. Dramrom lawas banyak yang menyuguhkan keberanian bercerita tapi tidak cenderung mengalami stagnansi ending. Saya ambil sampel Alice dan Hannah and Her Sisters buatan Woody Allen. Walau predikat drama berbobot dipegangnya, namun unsur prima yang menjalin ceritanya adalah karakterisasi yang pas. Jadi saya lebih bisa memaklumi jika romansa itu harus berujung pada kebahagiaan. Malam itu saya menyaksikan Notting Hill, rekomendasi dari beberapa teman saya. Saya rela membuang waktu saya untuk mengetahui bagaimana film ini bisa menjadi favorit banyak orang.

Pemuda penjaga toko buku tak sengaja didatangi oleh aktris ternama yang hendak mencari book guide. Love at the first sight. Pada suatu kejadian yang membuat mereka terlihat sangat akrab, suatu kejadian yang membuat mereka pisah dan saling mengerti keadaan, suatu kejadian yang membuat mereka dekat kembali. Seterusnya, pemuda dan aktris cantik itu melewati hari mereka dengan kesenjangan di mana-mana.

Magnet penting film ini adalah Julia Roberts dan Hugh Grant yang telah diplakat sebagai raja dan ratu drama romantis abad ini. Pertemuan mereka di Notting Hill saya nilai memang sangat bersenyawa satu sama lain. Tidak ada rasa canggung dan mereka saling mengisi slot adegan yang ada mereka di dalamnya. Roberts berhasil mengeluarkan aura kebintangannya untuk perannya ini dan Grant sukses mengimbangi Julia dengan paras polosnya itu. Sutradaranya yang kelak mengatur Peter O'Toole di Venus ini sanggup memadupadankan talenta keduanya.

Sayangnya, sang sutradara terlalu kecut dalam mengeksekusi ending. Menurut saya pribadi, jika saja ending-nya tidak (dipaksakan) mengalir ke jenjang kebahagian, pasti filmnya akan jauh lebih realistis. Memang cinta tidak mengenal strata dan profesi, tapi dalam kasus pemuda di film ini sangat timpang baginya untuk berjibaku mendapatkan cinta emasnya. Apalagi hal itu terjadi di tengah pers yang merasa 'gosh! Were there any options for the director to execute that scene?' Padahal, dari awal film ini sudah mengimun saya dengan dialog cerdas dan manisnya walaupun durasinya tidak umum untuk ukuran drama romantis.

Namun, seperti yang saya uraikan di prolog review saya kalau saya masih memaafkan keklisean tadi jika karakteristik tokohnya sanggup menopang keseluruhan paket cerita. Untungnya hal itu bisa men-subsitute hal minor itu di mata saya. Setiap watak di film ini saya suka termasuk untuk wanita berkursi roda yang tak jarang mengeluarkan quote bermakna. Kerja penulis naskahnya patut dipuji untuk sesi ini.

Jika teman saya bilang sense of romance saya aneh, mungkin saya bisa menerimanya. Tapi bagi saya, menilai sebuah film tidak hanya memerlukan unsur romance tadi melainkan sepenuhnya butuh logika. Notting Hill masih saya ponten 3/5 karena saya masih merasa kemajisan di pertautan kisahnya. Lengkap lagu pengiring yang cukup merdu didengar. Notting Hill pun memberitahu kita untuk tetap terus berjuang akan cinta meski kemungkinan terpahit akan kita terima. Bisakah saya bertemu Saoirse Ronan dan langsung mendapatkan cintanya? Kenapa tidak? Happy watching!

by : Aditya Saputra

1 komentar:

  1. Julia robert kok semakin kesini, filmnya jadi kurang bagus iya. padahal dulu filmnya bagus2 kaya film ini Sinopsis Film, Review Film, Resensi Film, Cerita Film

    BalasHapus