Director : Mark Palansky
Cast : Christina Ricci, James McAvoy, Catherine O'Hara, Reese Witherspoon
Rate : 3/5
Kutukan lagi, setelah tahun 2001 Ricci got cursed di Cursed, 5 tahun berikutnya ia kembali terkena mantra sihir menjadi seorang gadis berhidung dan telinga babi. Penelope bolehlah sedikit sama dengan Beauty and the Beast, pangeran kodok ataupun Sleeping Beauty yang harus merajut cinta dengan sosok yang sungguh mencintainya. Yang membedakannya adalah, Penelope sebuah live action, dan itu sedikit sulit untuk meleburkan kisah dongeng yang ada dengan tampilan yang memungkinkan masuk akal. Kabar baiknya, Penelope tidak buruk-buruk amat untuk dikonsumsi apalagi mengingat temanya yang sangat sangat sangat fairytale. Topik yang akan disukai seluruh masyarakat.
Ricci sebagai Penelope, yang harus menerima nasib jika postur tubuhnya tidak seperti gadis pada umumnya. Penelope diterpa kutukan dahsyat dan mengubah bentuk hidung dan kupingnya menyerupai babi. Berbondong-bondong pria berdarah biru datang dengan maksud melepaskan aura kutukan itu dan mengubah Penelope dan keluarganya menjadi orang normal. James McAvoy datang dan menipiskan skeptis Penelope akan keterpurukan nasibnya. Ketika Penelope kabur dari rumah, ia bertemu wanita periang dan memperkenalkan dunia baru kepadanya. Hingga suatu kejadian membuat Penelope menjelma menjadi artis koran.
Sebenarnya film ini tidak ada spesial-spesialnya. Saya ralat, satu-satunya yang membuat film ini begitu spesial adalah lagu Hippoppola yang mengalun di ujung-ujung film. Di luar itu, film ini biasa saja. Cerita yang gampang ditebak, akting yang tidak begitu menonjol, dan ending yang pasti bahagia. Lantas, apa yang membuat saya suka film ini? Tema dan maksud penulis dalam mengungkapkan perguliran batin seorang Penelope. Penelope menemukan pengertian sebuah hidup yang sebenarnya, yang ironisnya, dia tau setelah ia merasakan seluruh kejenuhan yang dilimpahkan ke dirinya.
Bagian inilah yang saya suka, Penelope merujuk dirinya sendiri jika kutukan itu terlepas bukan semata karena cinta, namun juga kepercayaan yang harus ia rasakan sendiri. Dan sentilan akan orang tua yang sangat otoriter ditampilkan dengan baik, meskipun agak berlebihan pula.
Banyak lubang plot di Penelope dan beberapa karakter terkesan dangkal dan tidak begitu pentinga. Sekalipun peran untuk aktor James McAvoy. Awalnya saya mengira dialah kunci utama film ini, tapi malah dia yang sepi menunjukkan akting di layar. Kemunculan Reese Whiterspoon juga tidak membekas. Ricci pun tak ubah perannya di Black Snake Moan ataupun Monster, tapi tidak sekelam kedua film itu.
Kesialan semakin menjadi mengingat laba untuk film ini membuat penyuntik dana dan sutradaranya tersenyum masam. Apa boleh buat, Penelope sangat tanggung. Berupaya untuk menjelaskan betapa abadinya hidup dengan cinta, malah lepas bebas ke arah slapstick sia-sia. But, i still like this movie. Untuk sebuah tontonan di akhir pekan, saya rasa tidak rugi-rugi amat. Happy watching!
by: Aditya Saputra
Ricci sebagai Penelope, yang harus menerima nasib jika postur tubuhnya tidak seperti gadis pada umumnya. Penelope diterpa kutukan dahsyat dan mengubah bentuk hidung dan kupingnya menyerupai babi. Berbondong-bondong pria berdarah biru datang dengan maksud melepaskan aura kutukan itu dan mengubah Penelope dan keluarganya menjadi orang normal. James McAvoy datang dan menipiskan skeptis Penelope akan keterpurukan nasibnya. Ketika Penelope kabur dari rumah, ia bertemu wanita periang dan memperkenalkan dunia baru kepadanya. Hingga suatu kejadian membuat Penelope menjelma menjadi artis koran.
Sebenarnya film ini tidak ada spesial-spesialnya. Saya ralat, satu-satunya yang membuat film ini begitu spesial adalah lagu Hippoppola yang mengalun di ujung-ujung film. Di luar itu, film ini biasa saja. Cerita yang gampang ditebak, akting yang tidak begitu menonjol, dan ending yang pasti bahagia. Lantas, apa yang membuat saya suka film ini? Tema dan maksud penulis dalam mengungkapkan perguliran batin seorang Penelope. Penelope menemukan pengertian sebuah hidup yang sebenarnya, yang ironisnya, dia tau setelah ia merasakan seluruh kejenuhan yang dilimpahkan ke dirinya.
Bagian inilah yang saya suka, Penelope merujuk dirinya sendiri jika kutukan itu terlepas bukan semata karena cinta, namun juga kepercayaan yang harus ia rasakan sendiri. Dan sentilan akan orang tua yang sangat otoriter ditampilkan dengan baik, meskipun agak berlebihan pula.
Banyak lubang plot di Penelope dan beberapa karakter terkesan dangkal dan tidak begitu pentinga. Sekalipun peran untuk aktor James McAvoy. Awalnya saya mengira dialah kunci utama film ini, tapi malah dia yang sepi menunjukkan akting di layar. Kemunculan Reese Whiterspoon juga tidak membekas. Ricci pun tak ubah perannya di Black Snake Moan ataupun Monster, tapi tidak sekelam kedua film itu.
Kesialan semakin menjadi mengingat laba untuk film ini membuat penyuntik dana dan sutradaranya tersenyum masam. Apa boleh buat, Penelope sangat tanggung. Berupaya untuk menjelaskan betapa abadinya hidup dengan cinta, malah lepas bebas ke arah slapstick sia-sia. But, i still like this movie. Untuk sebuah tontonan di akhir pekan, saya rasa tidak rugi-rugi amat. Happy watching!
by: Aditya Saputra
Tidak ada komentar:
Posting Komentar