Director: John Cameron Mitchell
Cast: Nicole Kidman, Aaron Eckhart, Dianne West, Sandra Oh
Rate: 3,5/5
Melihat poster film ini saja sudah terasa terombang-ambing. Potongan-potongan frame yang disatukan menyiratkan sedikit pesan bagaimana filmnya akan berbicara. Menegaskan sedikit dramatisasi yang akan terjalur sepanjang filmnya. Tunggu, kita masih menilai posternya. Sekeping gambar yang memiliki multi makna. Apa yang Nicole dan Aaron rasakan di dalam gambar tersebut? Tentang apa film ini akan bergulir? Lubang Kelinci akan menyudut ke arah mana? Penuh teka-teki. Laiknya poster, ternyata filmnya juga akan bercabang ke mana-mana. Gejolak emosi yang akan mempermainkan perasaan penonton. Lantas, apa pula yang membuat Kidman begitu terlihat depresi dalam mengembangkan karakternya kali ini?
Rabbit Hole sungguh di luar dugaan. Berangkat dari saduran cerita pentas, film ini ditulis kembali skripnya untuk dijadikan feature panjang. Untung saja, perjuangan sang penulis berakibat tidak pahit. Film ini sangat berkelas. Cerita tentang keretakan rumah tangga akibat kehilangan orang terkasih memang sudah sering diumbar oleh sutradara Hollywood. Namun, ada bumbu lain yang membuat Rabbit Hole tidak terlihat sama persis dengan yang lain. Kidman serta Eckhart berperan sebagai sepasang suami istri yang ditinggal meninggal kecelakaan sang anak lepas 8 bulan yang lalu. Ternyata, mereka belum menemukan jalan terbaik agar bayangan sang anak tidak selalu membuntuti kehidupan mereka yang alhasil kadang mereka lupa untuk meniti kembali apa arti sebuah keluarga. Perasaan cinta meleleh dan melebur entah ke mana. Masing-masing sibuk dengan dunianya. Terlebih lagi dengan sang istri yang mungkin seumur hidupnya tidak akan pernah bebas dari penjara masa lalu. Mereka salah kaprah, salah tujuan, serta salah solusi dalam menggapai semuanya. Parade percek-cok-an yang terjadi malah menambah api permasalahan yang sukar dipadamkan.
Menonton film ini seakan dibawa depresi juga. Semua gerak gambar terjalin indah dan terangkai cantik menghias gambar meski ceritanya agak buram untuk dinikmati. Perih. Melihat bagimana proses rumah tangga yang tersendat akibat keegoisan dan kukungan memori. Sinematografinya terbilang apik. Menyorot semua gerak-gerik karakterisasi si pelaku utama sehingga emosi yang terpancar ikut terasakan oleh penonton. Lihat betapa bernafsunya Kidman saat beradegan di mini market. Lihat juga 'festival' adu mulut Eckhart versus Kidman saat di rumah. Tanpa bantuan pergerakan kamera yang dinamis, mungkin saja terasa kurang efektif buat mencapai klimaksnya. Tone musiknya cukup mampu menyemangati penonton untuk tetap stay di tempat.
Nicole Kidman akhir-akhir ini memang jarang mendapat skrip yang bagus. Nine cuma ala kadarnya, Australia kendati bagus cuma kurang darah, ada lagi The Invasion yang dangkal dalam menarik minat tonton. Namun kali ini, kelihaiannya berakting semakin terasah. Lekuk rahang dan ekspresi mukanya memperlihatkan sekali bagaimana kondisi seorang ibu yang merasa kehilangan sang anak. Emosi yang terluapkan juga tidak main-main. Butuh aktor yang kompeten yang sanggup mencurahkan segala ekstra power akting seperti akting Kidman di film ini. Jadi, Eckhart merasa tertolong hingga mampu memberi bantalan peran yang hampir sama bagusnya dengan Kidman.
Inilah salah satu produk terbaik yang sangat sayang untuk dilewatkan begitu saja. Kekuatan cerita yang diiringi dengan hembusan nafas akting yang memukau dari pemeran utamanya beberapa penyebab mengapa Rabbit Hole terhitung film dengan mutu di atas rata-rata. Koreksi untuk beberapa poin yang kurang sempurna juga tidak menyurutkan pesona Rabbit Hole sendiri. Happy watching!
by: Aditya Saputra
Cast: Nicole Kidman, Aaron Eckhart, Dianne West, Sandra Oh
Rate: 3,5/5
Melihat poster film ini saja sudah terasa terombang-ambing. Potongan-potongan frame yang disatukan menyiratkan sedikit pesan bagaimana filmnya akan berbicara. Menegaskan sedikit dramatisasi yang akan terjalur sepanjang filmnya. Tunggu, kita masih menilai posternya. Sekeping gambar yang memiliki multi makna. Apa yang Nicole dan Aaron rasakan di dalam gambar tersebut? Tentang apa film ini akan bergulir? Lubang Kelinci akan menyudut ke arah mana? Penuh teka-teki. Laiknya poster, ternyata filmnya juga akan bercabang ke mana-mana. Gejolak emosi yang akan mempermainkan perasaan penonton. Lantas, apa pula yang membuat Kidman begitu terlihat depresi dalam mengembangkan karakternya kali ini?
Rabbit Hole sungguh di luar dugaan. Berangkat dari saduran cerita pentas, film ini ditulis kembali skripnya untuk dijadikan feature panjang. Untung saja, perjuangan sang penulis berakibat tidak pahit. Film ini sangat berkelas. Cerita tentang keretakan rumah tangga akibat kehilangan orang terkasih memang sudah sering diumbar oleh sutradara Hollywood. Namun, ada bumbu lain yang membuat Rabbit Hole tidak terlihat sama persis dengan yang lain. Kidman serta Eckhart berperan sebagai sepasang suami istri yang ditinggal meninggal kecelakaan sang anak lepas 8 bulan yang lalu. Ternyata, mereka belum menemukan jalan terbaik agar bayangan sang anak tidak selalu membuntuti kehidupan mereka yang alhasil kadang mereka lupa untuk meniti kembali apa arti sebuah keluarga. Perasaan cinta meleleh dan melebur entah ke mana. Masing-masing sibuk dengan dunianya. Terlebih lagi dengan sang istri yang mungkin seumur hidupnya tidak akan pernah bebas dari penjara masa lalu. Mereka salah kaprah, salah tujuan, serta salah solusi dalam menggapai semuanya. Parade percek-cok-an yang terjadi malah menambah api permasalahan yang sukar dipadamkan.
Menonton film ini seakan dibawa depresi juga. Semua gerak gambar terjalin indah dan terangkai cantik menghias gambar meski ceritanya agak buram untuk dinikmati. Perih. Melihat bagimana proses rumah tangga yang tersendat akibat keegoisan dan kukungan memori. Sinematografinya terbilang apik. Menyorot semua gerak-gerik karakterisasi si pelaku utama sehingga emosi yang terpancar ikut terasakan oleh penonton. Lihat betapa bernafsunya Kidman saat beradegan di mini market. Lihat juga 'festival' adu mulut Eckhart versus Kidman saat di rumah. Tanpa bantuan pergerakan kamera yang dinamis, mungkin saja terasa kurang efektif buat mencapai klimaksnya. Tone musiknya cukup mampu menyemangati penonton untuk tetap stay di tempat.
Nicole Kidman akhir-akhir ini memang jarang mendapat skrip yang bagus. Nine cuma ala kadarnya, Australia kendati bagus cuma kurang darah, ada lagi The Invasion yang dangkal dalam menarik minat tonton. Namun kali ini, kelihaiannya berakting semakin terasah. Lekuk rahang dan ekspresi mukanya memperlihatkan sekali bagaimana kondisi seorang ibu yang merasa kehilangan sang anak. Emosi yang terluapkan juga tidak main-main. Butuh aktor yang kompeten yang sanggup mencurahkan segala ekstra power akting seperti akting Kidman di film ini. Jadi, Eckhart merasa tertolong hingga mampu memberi bantalan peran yang hampir sama bagusnya dengan Kidman.
Inilah salah satu produk terbaik yang sangat sayang untuk dilewatkan begitu saja. Kekuatan cerita yang diiringi dengan hembusan nafas akting yang memukau dari pemeran utamanya beberapa penyebab mengapa Rabbit Hole terhitung film dengan mutu di atas rata-rata. Koreksi untuk beberapa poin yang kurang sempurna juga tidak menyurutkan pesona Rabbit Hole sendiri. Happy watching!
by: Aditya Saputra
Tidak ada komentar:
Posting Komentar