Director: Jonathan Levine
Cast: Joseph Gordon-Levitt, Seth Rogen, Anna Kendrick, Bryce Dallas Howard, Angelica Huston
Rate: 4/5
Saya termasuk yang terlambat menonton salah satu film emosional keluaran tahun 2011 ini. Tanpa promosi yang gencar, tau-tau film ini sudah bercokol di klasemen nominasi Golden Globe tempo hari walaupun juri Oscar enggan melirik film yang menceritakan tentang penyakit kanker ini. Baru tadi, dan itupun atas pinjaman dvd dari teman, akhirnya saya berkesempatan menyaksikan betapa unggulnya aktor utama di film ini hingga mendapat pujian luar biasa di mata sebagian besar para kritikus. Dan, atas pembelajaran hidup yang diberikan dengan sangat memilukan lewat film ini, memberikan kesan mendalam kepada para penonton (terutama saya) tentang betapa suramnya hidup ini jika kita putus asa. Dan sebaliknya, senyuman indah dunia akan terlihat lebih berkilau jika kita menghadapinya dengan optimistis yang tulus.
Adam Lerner, seorang jurnalistik yang memiliki kehidupan hampir sempurna yang mana dengan umurnya yang baru menginjak 27 tahun, dengan pekerjaan yang mapan, teman yang setia dan pacar cantik seakan melengkapi hari-harinya. Sampai suatu ketika, saat ia merasakan nyeri di bagian punggung dan akhirnya divonis mengidap kanker, barulah perlahan ia merasa seperti melihat masa depan suramnya. Bonusnya, lambat laun ia mengetahui kebiadaban sang pacar. Namun satu hal, dengan kondisi dan situasi yang menyedihkan ini, Adam layaknya menjalani hidup baru dan mulai memandangnya dengan penuh perjuangan walaupun ada sedikit rasa sensitivitas tentang ajal. Pertemuannya dengan sang terapis belia serta ikatan batin yang sentimentil dengan keluarganya, sedikit melugaskan betapa ia masih membutuhkan orang di sampingnya.
Apa yang perlu diucap dari film ini adalah betapa pintarnya penuturan Levine dalam mengatur emosi penonton dengan durasi 100 menit di film ini. Awal yang mencerahkan yang perlahan buruk dan akhirnya menyisakan secercah harapan untuk karakter utama kita berstruktur rapi. Jujur saja, 30 menit terakhir adalah momentum yang paling menyesakkan buat saya. Adegan per adegan yang dengan lepasnya menyusutkan air mata saya. Berkat bantuan Jospeh Gordon-Levitt yang benar-benar memasuki ruh Adam Lerner, kekuatan aktingnya memang sangat berdampak besar. Seth Rogen, ia aktor bertalenta tinggi, dengan jenakanya tokoh ini bisa mengaburkan sisi kelam walaupun seperti ada sisi ironik yang menyelimuti pertemanan mereka. Kemistri yang kelewat kental dengan Anna Kendrick selaku sang terapis. Tak luput dari perhatian adalah performa dari Bryce Dallas dan Angleica Huston yang sama-sama mengembangkan atmosifer kekebalan emosi saat beradu dengan tokoh utama kita.
Kembali ke filmnya sendiri, 50/50 dengan sahajanya memberikan gambaran akan bagaimana kita menghadapi suatu penyakit yang mungkin saja akan merenggut dunia bahagia kita. Menyelami lebih dalam dengan kontrasnya sosialisasi dengan orang yang kita sayangi memang akan terlihat kejam saat mengetahui jika ajal sedang berjalan di belakang kita. Kita seakan dituntun oleh dewa kematian. Metafora itulah yang mengajarkan kita untuk membuka ruang dengan lebih ikhlas. Menjalani semuanya dengan sikap bijaksana, seperti yang dituturkan dengan sangat baik oleh film ini. Betapa pentingnya seorang sahabat, kekasih, bahkan orang tua sekalipun yang mereka perlihatkan tidak seperti yang kita harapkan. Belum termasuk dengan obrolan penyayat nadi di sekitaran kemoterapi. Dan penyempurna film ini adalah gubahan musik di tangan Michael Giaccino yang sangat menggugah. Alunan nada sepanjang filmnya dan beberapa lagu pengantarnya seakan memberikan aura positif untuk film ini.
Sebuah film dikatakan berhasil di mata saya saat film ini sukses membawa saya ke dalam cerita film itu sendiri dan saya merasakan itu di 50/50 ini. Bukan karena saya juga megidap kanker (Naudzubillah!), tapi karena pembawaan senatural mungkin oleh filmnya sendiri. Tak pantas menyebut film ini sempurnya, dan tak semegah film Terms of Endearment yang disebutkan di film ini, kendati demikian 50/50 adalah sebuah cermin kehidupan bagi siapa saya yang merasa dihantui oleh penyakit ganas yang menggerogoti tubuh mereka. Tinggal kita menyiasati, apakah memakai sisa kesempatan yang ada dengan lebih terbuka atau sebaliknya, terpuruk hingga malaikat menjemput. Happy watching!!
by: Aditya Saputra
Tidak ada komentar:
Posting Komentar