Minggu, 30 Mei 2010
Where the Wild Things Are (2009)
Director : Spike Jonze
Cast : Max Records, Catherine Keener, Forest Whitaker, Mark Ruffalo, James Galdolfini, Paul Dano, Catherine O'Hara, Chris Cooper
Rate : 3,5/5
Melihat filmolurgi dari seorang Spike Jonze memang agak berat untuk ditelisik. Lihat saja Being John Malkovich ataupun Adaptation yang butuh konsentrasi agar tidak ketinggalan tiap penggalan kalimat maupun adegan. Bukan apa, film-filmnya sangat tidak rapi jika tak mau dibilang ngejelimet. Jadi, skeptis saya terhadap film Where the Wild Things Are terbagi ke dua opsi. Pertama, saya semula berpikir film ini walaupun adaptasi buku anak, tetap saja pola yang digunakan adalah gaya seorang jenius Jonze. Kedua, semembingungkan apapun film itu, asal Jonze yang bikin pasti saja akan menjadi sesuatu yang wah di sisi cerita dan kombinasi visual. Dan benar saja, karya terbarunya ini sungguh di luar dugaan dan keluar dari patron biasanya. Film ini sangat mudah diikuti dan dinikmati dengan penyajian yang mengikuti dasar imajinasi anak kecil.
Konon, cerita anak Where the Wild Things Are karangan Maurice Sendak hanyalah cerita yang berisi 9 - 10 kalimat saja. Pertanyaannya, apa mungkin bisa memvisualisasikan 10 kalimat tersebut ke medium film yang berdurasi rata-rata lebih dari 90 menit? Sukses. Sukses besar. Perwujudan karakter yang dibangun sesuai porsi dan memang ditujukan dengan sangat tajam terhadap kehidupan keluarga yang kali ini penekannya fokus ke kesendirian seorang anak kecil. Jujur saja, sebelum film ini bergema, saya tidak tau cerita tentang apa dan disadur dari mana film ini. Karena, di negara kita inipun cerita anak ini tak pernah dibahas. Oke, kembali ke filmnya.
Max, seorang bocah penyendiri yang merasa keluarganya hanya peduli terhadap dunia di luar rumah. Bermain sendiri, bahagia, senang dan susah sendiri. Saudara perempuan menganggapnya sebagai anak kecil sepanjang masa dan ibunya yang sibuk memperjuangkan pekerjaan serta kedekatannya dengan seorang pria. Dan, itulah dalang dari semua klimaks terjadi. Dengan sikap tak setuju terhadap pacar baru ibunya, lantas Max menunjukkan sikap liar dan kurang wajarnya yang menyebabkan kemarahan sang ibu tak terelakkan lagi. Karena merasa kesal atau bagaimana, akhirnya ia memutuskan untuk kabur sejenak guma menetralisir segala kelakuan yang telah ia perbuat.
Tiba Max di suatu tempat. Mulailah ia menggunakan pola pikir imajinasinya membangun sebuah dunia yang jauh dari bersifat nyata. Dengan menggunakan perahu kecil, Max tiba di sebuah tempat yang dihuni oleh kawanan The Wild Things. Banyak macam makhluk besar aneh yang menempati kawasan itu. Di antaranya Alexander, Ira, Judith, Carol, Douglas, KW dan lainnya. Dengan watak masing-masing, semula Max akan dimakan oleh populasi The Wild Things tersebut, tapi lagi-lagi dengan imajinasi liarnya Max berbohong kalau dia adalah seorang raja di negerinya sendiri. Hari-hari dilaluinya dengan penih sukacita hingga konflik besar menyadarkan dirinya bahwa dia sangat membutuhkan keluarga. Terutama sosok ibu yang sekalipun buruk tetap seorang ibu.
Sebenarnya, film ini tidak begitu cocok untuk anak-anak karena pesona yang ada di film ini cukup kelam untuk dikonsumsi. Tapi, nyatanya dengan plot yang rapi serta moral lesson yang sangat bagus membuat film ini juga sah-sah saja dinikmati oleh boca. Asal dengan bimbingan orang tua. Sangat transparan apa yang hendak disampaikan oleh Jonze di film ini tentang indahnya sebuah keluarga yang sekarang menjadi barang langka bagi umat manusia.
Superstar di film ini adalah Max Records yang menjadi anak terasingkan, Max. Transformasinya ke anak bandel nan lucu diemban dengan sangat baik. Bukan tidak mungkin, Records akan berkembang menjadi aktor jempolan jika ia pintar-pintar memilih peran dalam karirnya. Pengisi suara para The Wild Things juga sangat pas. Sokongan suara dari Paul Dano, Catherine O'Hare, Forest Whitaker, James Galdolfini dan Chris Cooper cukup membantu dalam membangun suasana seru, menegangkan, dan mengharukan. Poin plus juga harus disematkan kepada para ilustrator musiknya. Berkat mereka, alunan music scoring menjelma menjadi pengiring adegan dengan sukses. Sekali lagi, Jonze sukses menggarap dan memuaskan para fans-nya dengan sajian berkualitas berbintang lima. Sayangnya, hingga sekarang filmnya belum ada yang cukup memuaskan dari segi finansial. Semoga, kelak ia akan mendapat kesempatan itu.
Rumah adalah tempat yang paling magis dalam membombardir sebuah kiasan keutuhan. Kadang, seseorang yang haus akan kebersamaan rumah tangga sering mensalahartikan situasinya. Karena, sikap sebuah cinta dan kasih sayang antar keluarga bukan hanya datang dari sogokan materi belaka, tapi juga dengan sikap nyata si bersangkutan.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar