Director: Genndy Tartakovsky
Voice-over: Adam Sandler, Andy Sambeg, Selena Gomez, Kevin James, David Spade, Steve Buscemi, CeeLo Green
Rate: 3/5
Menggembirakan, para pembuat filem animasi sekarang lebih memunyai visi dan misi yang bisa membangkitkan pesona animated feature di kalangan penonton dewasa. Brave yang sangat dongeng itu tetap dinikmati oleh orang dewasa karena lelucon dan struktur ceritanya yang universal dan down to earth. Frankeweenie lebih sadis lagi karena humornya memang ditujukan langsung ke penonton berumur. Hotel Transylvania sebenarnya berada di tengah-tengah apakah filem ini khusus sebagai tontonan anak-anak atau mungkin bisa memuaskan para penonton dewasa. Masih mengusung tema yang sama paska kesuksesan luar biasa Twilight, Hotel Transylvania bermain aman namun tetap berusaha unik dan didukung oleh cerita yang tidak biasa. Jika dulu manusia yang takut dengan monster semacam frankenstein dan vampir, sekarang kebalikannya. Kaum mereka seperti memisahkan diri dari manusia karena mereka menganggap manusia sebagai pembuat onar dan mengancam kelangsungan hidup mereka.
Dracula hendak merayakan ulang tahun anaknya, Mavis, yang ke-118. Dengan alasan itu, ia akhirnya membangun sebuah hotel yang dikhususkan untuk tempat inap para monster yang juga telah menjadi teman semasa hidupnya. Reuni para monster tersebut ternyata diganggu dengan kedatangan sesosok manusia secara rahasia. Belum lagi Mavis yang masih penasaran dengan kehidupan di luar kastil, tempat selama ini ia singgahi selama 118 tahun tersebut. Kehadiran Jonathan tidak diketahui para tamu undangan lainnya. Hanya Dracula yang bersekongkol dengan Jonathan. Namun, berkat Jonathan lah pesta ulang tahun tersebut menjadi lebih megah dan meriah. Lambat laun, persembunyian itu akhirnya tercium juga dan merubah seluruh pandangan tamu terhadap Dracula.
Sejujurnya, tidak ada yang menarik dari Hotel Transylvania selain ide ceritanya yang lumayan unik. Sayangnya hal itu tidak berkembang. Ide tersebut seakan berjalan di tempat dan sang kreator lebih mementingkan bagaimana meramu humornya agar diterima penonton. Dan itu menyebabkan filem ini cenderung datar dan semakin lemah hingga mendekati akhir. Bahkan, 30 menit awal filem ini sangat biasa jika tidak mau dibilang membosankan. Joke-joke yang dilempar juga hampir kebanyakan yang tidak pas. Yang seru memang penempatan berbagai tokoh sentral yang pas pada tempatnya. Kehadiran mereka jelas membantu filem ini hingga tidak jatuh lebih dalam lagi. Serunya di dunia animasi adalah kita bisa memungkinkan apa yang di dunia nyata tidak mungkin terjadi. Untunglah seperempat akhir filem ini digenjot dengan sangat baik. Semua kebosanan di awal terbayar dengan tuntas. Kendati banyak adegan yang tidak masuk di akal, akan tetapi tetap memberikan angin segar tersendiri. Begini saja, jika saga Twilight saja bisa berbuat sebodoh itu, kenapa sebuah animasi tidak bisa?
Chris Rock pernah berujar, menjadi pengisi suara di filem animasi sangat mudah. Hanya berintonasi sesuai apa yang sutradara perintah dan dia puas, maka kita dibayar. Jadi, seluruh aktor yang menjadi penghembus nyawa untuk karakter di Hotel Transylvania tidak masalah sama sekali. Mereka menghidupkan setiap tokoh dengan pas. Pemilihan lagu-lagu juga sangat menghibur, bagaimana para monster tersebut nge-rap dan bernyanyi lantang. Satu lagi yang penting adalah pembelajaran yang bisa kita serap dari filem ini. Kita seperti diajak menertawakan diri sendiri. Manusia digambarkan sebagai trouble maker, dan memang benar. Sayangnya, dengan point of view yang sangat frontal karena menilik dari para monster, sudut pandang tersebuh serasa invalid dan hambar.
Sungguh sebuah apresiasi yang luar biasa Hotel Transylvania bisa bercokol di deretan nominasi terbaik Golden Globe tahun ini. Dan pilihan yang bijak para juri Oscar tidak menempatkan filem ini di salah satu yang terbaik. Karena sayapun setuju, untuk duduk di kasta setinggi Oscar, Hotel Transylvania terlalu lemah. Dengan tidak mengurangi rasa hormat, Hotel Transylvania jatuh berkat kekontrasannya dalam memilih plot mana yang hendak didahulukan. Setidaknya, sebagai paket hiburan dan bahan untuk tertawa riang, Hotel Transylvania masih sanggup memuaskan dahaga humor penonton. Namun, sebagai konsumsi publik yang mahal dan sehat, kandungan gizi di tubuh Hotel Transylvania kurang berbobot. Happy watching!
by: Aditya Saputra
Tidak ada komentar:
Posting Komentar