Director : Quentin Tarantino
Cast : John Travolta, Samuel L. Jackson, Uma Thurman, Bruce Willis, Harvey Keitel, Tim Roth
Rate : 4,5/5
Tepatnya tahun lalu, untuk pertama kalinya saya mengenal Quentin Tarantino dari 2 episode film tentang balas dendam seorang wanita di medan Jepang. Kill Bill menggambarkan sebuah layar realitas yang berdarah-darah serta kejam dari sosok seorang ibu. Saya pun kagum akan keberanian QT yang melenceng dari predikat mainstream-nya Hollywood. Idealismenya yang independen berhasil lepas dari bayang-bayang medioker. Keunggulannya kembali terulang lewat pembantaian kaum Nazi oleh Brad Pitt dkk. dalam drama cerdas Inglourious Basterds.
Kali ini saya akan berbicara tentang Pulp Fiction. Pencapaian puncak dari karya QT yang selain berhasil merangkul fans fanatik namun juga sukses menggondol banyak piala, termasuk Palme d'Or di Cannes tahun 1994 lalu. Sekaligus masuk kandidat Best Picture, director, actor untuk John Travolta, supporting actor and actress untuk Samuel L. Jackson dan Uma Thurman di ajang Oscar. Walaupun sialnya, 'hanya' piala untuk Best Screenplay lah yang sukses direnggut. Lalu, sehebat apakah Pulp Fiction ini? Dan bersiaplah terkejut akan film ini, dan jika perlu siapkan kantong muntah.
QT merangkai Pulp Fiction dengan menggunakan plot maju-mundur. Bukan salah satunya. Oleh sebab itu, penonton diperlukan kelapangan otak untuk berkonsentrasi sejenak dalam menerjemahkan kehendak film ini. Formula yang berbelit-belit ini juga memang sudah didukung naskah yang kuat dari tangan QT. Jadi, serentetan scene yang terjadi memang sudah diplot sedemikian rupa agar ceritanya tetap terjalin sekalipun jalannya berbelok-belok.
QT juga seringkali menyorot adegan dengan point of view yang berlebihan. Maksudnya, QT dengan berani men-shoot adegan sadis secara close-up agar mendekati sisi realistisnya. Jadi, siapkan jantung Anda jika tiba-tiba terdapat satu dua adegan yang bisa menaikan tensi darah Anda. Lagi, QT juga senang bermain dengan darah untuk menekankan kesan nyata. Saking asiknya, dia kadang lupa untuk seharusnya meloncat ke adegan yang lebih 'aman'.
Penyampaian pesan film ini memang tidak lumrah. Jika film lain disajikan lewat keterpujian, Pulp Fiction malah penggamblangan dari kata terpuji itu. Humor sarkastik, dialog panjang yang kadang meaningless, budaya pop Amerika seperti tari dan hamburger, serta penyalahgunaan narkotika, maupun kekerasan seks yang walau rada 'absurd' tapi masih bisa diterima dengan baik.
Bercerita mengenai 2 preman yang berhubungan erat dengan kepala gangster dan istrinya juga tersangkut paut dengan sepasang robber amatiran. Kemampuan olah akting aktornya dikemas dengan sangat baik. Termasuk Bruce Willis dan Tim Roth di dalamnya. Menyenangkan menonton film yang aktornya bekerja dengan sungguh-sungguh.
My verdict : Walaupun banyak yang bilang Reservoir Dogs tetap the best dari QT, Pulp Fiction setidaknya menjadi jembatan bagi QT agar dikenal dunia karena kebriliannya dalam menyatukan ideologi dan penerapan ilmu film secara pas nan kreatif. Terpujilah QT akan Pulp Fiction, sekalipun paman Oscar lebih memilih budak idiot. Happy watching!
sekilas simple sebenrnya butuh konsen lebih untuk menikmati film ini....
BalasHapuskasian Bruce Willis disini ya... >.<
NB :and What is Budak Idiot?
Budak idiot maksudnya si Forrest Gump. Hehehe.
BalasHapusItulah QT, penuturannya tidak rapi nan berbelit-belit jadi penonton sukar mencerna kebanyakan filmnya.