Director : Woody Allen
Cast : Mia Farrow, Alec Baldwin, Judy Davis, William Hurt
Rate : 3/5
Woody Allen gemar sekali membuat film dengan wanita sebagai metafora-nya. Dengan insting dan idealismemunya juga, wanita digambarkan sosok manusia yang memiliki banyak problem dalam hidupnya. Tapi penggarapan yang kelas satu, membuat seluruh karya 'kewanitaannya' menjadi tontonan yang menarik, menghibur sekaligus sukses menjadi cerminan seorang perempuan di kehidupan nyata. Dan satu hal yang sering kali dikupas Woody Allen lewat filmnya adalah masalah selingkuh yang kerap menjadi 'santapan' manis setiap manusia yang kurang kasih sayang.
Alice, seorang istri yang hidup apa adanya layaknya para sosialita. Belanja, mengurus anak dan sebagainya. Tapi suatu ketika ia mengalami sakit punggung. Datanglah ia menuju tabib, yang akhirnya diketahui bahwa penyakit itu hanya hasil dari kerja otak dan batin yang kurang sepadan. Dengan bantuan sang tabib pula, Alice menjalani 'kehidupan' barunya guna mencari sebuah kebenaran.
Sialnya, di kala ia mencurigai sesuatu hal kepada suaminya, ia malah terlibat affair dengan ayah teman anaknya. Mana lagi ia dalam keadaan stagnansi ide yang harus segera ia usulkjan kepada temannya yang bekerja di dunia pertelevisian. Imajinasi-imajinasi kecil Alice timbul dengan sendirinya yang akhirnya berujung kepada sebuah penentuan yang tak terpikirkan olehnya sebelumnya.
Mia Farrow yang berperan sebagai Alice memang telah berjasa besar. Alice di tangannya menjadi sebuah gambaran kecil seorang wanita yang memiliki rasa keingintahuan yang sangat besar. Ditemani dengan cast yang juga membantu, film ini akhirnya menyisakan sebuah kemanisan cerita dengan ending yang menggugah. Sayangnya hal itu terjadi hanya dibagian open-ending saja. Pertengahan film ini sungguh mengerikan. Maksud saya, Allen keteteran memposisikan sosok Alice di tempat yang semestinya. Ditambah lagi kemunculan beberapa tokoh sekali lewat yang lumayan mengganggu. Dengan itu semua, inti permasalahan tadi kurang terasa benar.
Mengingat skrip film ini hasil tangan Woody sendiri, saya akhirnya mengacungkan jempol juga. Tak mudah membuat sebuah film dengan fokus ke karakter wanita. Dalam hal ini, Woody boleh diberi kredit khusus. Juga ketelatenannya dalam mengolah masalah perselingkuhan menjadi menarik dan lurus tanpa harus bersifak menguliahi. Lihat saja filmnya yang lain seperti Hannah and Her Sisters, Melinda and Melinda, Match Point hingga yang terakhir Vicky Cristina Barcelona. Semuanya menganut pahan 'lust'. Dengan tone warna yang kelam, Alice menjadi semakin temaram segelap ceritanya sendiri. Juga pemasukan unsur majis yang saya kira sedikit dipaksakan dan kurang mengena.
Tapi akhirnya film ini hanya jatuh ke film biasa-biasa saja dengan tingkat permasalahan yang tidak begitu rumit hingga penonton gampang mencernanya. Dan juga pesan moral yang sangat penting dalam film ini sangat ditujukan kepada wanita yang telah dan akan berkeluarga. Perselingkuhan memang manis pada awalnya saja, ujungnya tetap saja menyakitkan. Untung saja dalam hal ini, Alice bisa mendiktenya dengan penuh harmonisasi tanpa harus ada yang merasa dirugikan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar