Director : Barry Levinson
Cast : Robin Williams, Forest Whitaker, Tung Thanh Tran, Bruno Kirby, J.T. Walsh
Rate : 3,5/5
Latar belakang perang Vietnam rasanya menjadi bumbu paling sedap untuk perfilman Hollywood periode 80-an. Bagaimana tidak, dengan film berisi seperti Platoon, The Thin Red Line hingga Apocalypse Now rata-rata berkutat seputar Perang Vietnam. Hebatnya, rata-rata film perang seperti itu memiliki kualitas yang mumpuni. Kali ini, Barry Levinson, sosok yang pernah mengharu-biru lewat Rain Man, membuat komedi-drama mengenari perang di salah satu negara Asia Tenggara ini. Dengan CV-nya yang selalu memuaskan semua pihak, Good Morning, Vietnam memberikan penyegaran lain di klasifikasi film perang.
Seorang disc jockey yang lucu, semangat 45 serta tabah, Adrian Cronauer ditugaskan di Saigon guna menghibur para serdadu perang. Kehadiran beliau memang memberikan penceriaan lain, sehingga gelak tawa yang sebelumnya asing di pangkalan, menjadi menu wajib tiap pagi di sana. Jargon Good Morning, Vietnam! menjadi salah satu yang populer di sana. Adrian berteman dengan seorang tentara legam Garlick yang juga humoris dan mendukung seratus persen apa yang Adrian lontarkan lewat joke-nya. Sayangnya, sang tetua tidak memiliki pemikiran yang sama. Karena menurutnya, lelucon konyol dari Cronauer agak melenceng dengan apa yang ia pahami.
Adrian menghiasi hidupnya dengan berteman dengan pemuda lokal yang adiknya tak lain menjadi incaran Adrian. Pertemanan beda ras ini semakin meluber oleh keseharian masyarakat Vietnam yang diajarkan oleh si pemuda. Hingga pada saatnya timbul suatu propaganda yang menyebabkan keduanya harus merenggang sejenak. Sampai pada suatu saat, Adrian dibebastugaskan dan dimandataris oleh sang tetua. Kegigihan dari seorang Adrian serta sokongan dari para tentara akhirnya kembali membakar semangat menggebunya untuk tetap menjadi penghibur di latar perang tersebut.
Ada hal unik, saya harus tiga kali mengulang film ini karena dua kali mengalami kejenuhan hingga harus dilanjutkan di hari esok. Ternyata, kejenuhan yang hinggap di awal, terobati kala menit-menit selanjutnya menampilkan salah satu performa terbaik Willliams. Tak salah jika penampilan kelas beratnya ini dihargai nominasi Oscar pertamanya bahkan memperoleh piala Golden Globe kategori Best Actor in Musical/Comedy. Robin juga menambah koleksi nominasi Oscar-nya lewat Dead Poets Society, The Fisher King dan akhirnya menggondol piala juga lewat Good Will Hunting.
Isu rasialisme yang melekat di film ini juga ditunjang dengan kehebatan sang penulis naskah dan sang sutradara sendiri. Barry Levinson berhasil mengarahkan dan memanfaatkan talenta Robin Williams dengan maksimal. Hingga, pengejewantahannya diisi oleh akting megalomia dari Robin. Forest Whitaker juga begitu. Aktor yang kelak menjadi Idi Amin ini sedikit banyak menelurkan akting bagus pula. Satu hal lagi, sinematografi yang menggugah rasa sukses ditangkap oleh Peter Sova. Panorama kota Saigon di-close dengan pewarnaan yang indah. Lagu-lagu penghantar film inipun bekerja dengan baik dalam menyambung benang adegan-adegannya.
Tidak bisa berkata banyak, film ini telah memberikan semuanya untuk masuk golongan tontonan baik dari segi moral serta secara filmnya sendiri. Jika Anda memang sorang penonton yang lapar akan mutu serta permainan apik aktornya, film ini bisa segera dilahap.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar