Jumat, 06 Agustus 2010

Wall-E (2008)

Director : Andrew Stantoun
Voive-over : Tonton saja visualnya
Rate : 4,5/5


Tuhan itu seperti memberi segepok otak cerdas ke atas genteng gedung Pixar. Otak itu tumpah ruah dan melumer ke seluruh kepada para redaktur Pixar. Dan menyeraplah ke dalam kepala mereka tadi... Saya memang lagi berkhayal tentang apa saja isi otak para kru Pixar hingga bisa menghasilkan maha karya setiap tahunnya. Ide segar nan kreatif selalu saja hadir dengan sajian animasi yang tak kalah gemilang. Lelah rasanya jika harus menjunjung Pixar setinggi langit terus-menerus. Mari saya sedikit berkomentar (atau menyanjung) sebuah robot lusuh yang memiliki hati bak malaikat pemberi rejeki.

Betapa tidak, robot yang senantiasa mengurusi segala keperluan manusia harus hidup sendiri akibat suatu bencana yang mengakibatkan Bumi luluh lantak dan tidak terkontrol masa depannya. Tinggal Wall-E, robot yang menjustifikasikan jika hal baik itu masih ada sedikit terpendam di planet ketiga dari Tata Surya ini. Wall-E ternyata kedatangan tamu sebuah robot (digenderkan sebagai robot perempuan) bernama Eve yang diutus mencari zat hijau. Eve got it, came home to the galaxy, and.........Wall-E followed it. Di pesawat turbo layaknya sebuah hotel megah, petualangan seru, lincah, menggilitik, menghibur serta mendidik pun dimulai.

20 menit awal, film ini nyaris tak berdesibel. Pledoi akan membosankannya film ini pupus saat kita diberi sebuah visual yang kendati semrawut tapi sungguh realistis. Animasi kelas satu, Pixar memang tidak main-main untuk 'meng-ultraviolet-kan' robot ini menjadi lebih hidup. Dengan hanya ditemani seekor kecoak (saya asumsikan robot JUGA!!!), perjalanan mengkotakkan sampah menjadi lebih bersahabat. Keheterogenan tema di film ini memang bisa dibagi-bagi. Ada kalanya adventure menggemparkan bagaimana penyelamatan Bumi, cinta bisu dari kedua robot, serta plot kemanusiaan yang sangat kental sekali sepanjang filmnya.

Tema yang menghantam otak kita agar tidak tamak, malas dan asal-asalan terpatri kuat. Pembelajaran yang sangat berkesan, dan akan awet hingga berpuluh-puluh tahun kemudian. Sikap manusia sekarang yang ingin serba praktis dan mudah dikonsumsi memang mencerminkan peradaban yang menyesatkan. Manusia di film ini (dan ditujukan kepada kita) hanya memegang paham individualisme yang mana mau mementingkan urusan pribadi dengan mengesampingkan hal fatal. Setelah menonton film ini, saya yakin Anda juga merasa sedih dengan keadaan tanah gersang tanpa klorofil sedikitpun itu . Untunglah ending film ini memberi pencerahan dan sedikit harapan jika manusia tidak rakus-rakus amat. Diiringi gubahan musik khas Thomas Newman, feature ini tambah asik untuk diikuti. Menyentuh, dan menghanyutkan.

Wall-E berhasil disematkan berbagai list film dunia menjadi yang terbaik. Tidak salah, Wall-E punya segala-galanya. Bahkan mungkin ini film animasi terbaik yang pernah ada (selain Ratatouille). Jadi, kemenangannya atas Best Animated di seri tahunan Oscar sangat beralasan.

Akhir kata, nikmatilah Wall-E sebagaimana Anda menerima peneduhan dari guru biologi akan bahayanya kerakusan akan alam. Nikmatilah Wall-E sebagaimana Anda butuh cerita yang orisinil lagi penyajian yang luar biasa menarik. Dan nikmatilah Wall-E sebagai perpustakaan ilmiah dengan cinta kasih di dalamnya. Nikmatilah Wall-E....

Tidak ada komentar:

Posting Komentar