Director : Scandar Copti & Yaron Shani
Cast : Fouad Habash, Nisrine Rihan, Elias Saba
Rate : 3,5/5
Jika Anda mengikuti perkembangan berita internasional baru-baru ini, mungkin Anda tau tentang kecaman biadab dari negara Israel yang mengeksekusi ‘lawan’nya dengan cara sendiri. Tapi, bukan itu yang saya akan review di sini, melainkan sebuah karya sineas Israel yang berhasil masuk jajaran nominasi Best Foreign Language Film di ajang Oscar 2010 tempo hari. Mungkin terpengaruh akan perang negaranya, film ini juga mengangkat tema permusuhan geng yang memakan korban tak bersalah. Uniknya, Ajami berisi satu tokoh ajaib yang ternyata menjadi peran kunci cerita sekalipun ending-nya. Semoga sosok ini tidak saya umbar berlebihan di bawah nanti agak tidak terkena spolier.
Simpel, di sebuah peinggiran Ajami terdapat dua sekutu yang saling menuntaskan balas dendam. Sial, tokoh utama kita ternyata harus mengalami kenaasan ganda karena harus membayar ganti dinar akan kerugian yang menimpa lawannya. Dengan berbagai cara, tokoh utama kita mencari jalan ke sana ke mari sampai ia dipertemukan dengan gadis cantik yang ternyata anak bosnya sendiri. Film ini juga menyinggung dengan operasi kejam dari dunia narkotika serta penjewantahan kultur bangsa yang bisa turut kita pelajari.
Gejolak batin yang pertama, tokoh utama kita mesti melindungi keluarganya yang tengah dihantui selongsongan senjata api, manalagi sang adik nekad untuk ikut campur. Gejolak batin ini membawa bagaimana sistem penyelataman diri yang tak bisa diterima hati. Perasaan saya saat menontonnya ikut terisolasi. Gejolak kedua, hubungan cinta yang dilarang agama dan keluarga sebelah pihak. Di posisi ini, cinta memang lebih sentimentil bagi wanita. Sayangnya, untuk bagian ini kurang ditindaklanjuti. Gejolak ketiga, adalah hubungan tokoh utama dengan teman-temannya. Dirinya sudah terasa pekat, tetapi hidup temannya tak beda garis dengan kehidupannya. Di tiga gejolak batin inilah kita ditunjukkan perjalanan si tokoh utama dalam menetralisir keadaan sekitar.
Ajami menghadirkan sekelumit cerita yang tak usah dibenamkan dalam-dalam oleh penonton. Memang, seluruh pengajarannya masuk di akal dan mencoba tersaji dalam kegetiran manusia Israel. Tapi, Israel, ya Israel. Gonggonggan indivudialis yang kental di negara tersebut sangat riskan jika disamaratakan dengan keadaan hukum negara kita (Indonesia-red). Apa yang ditampilkan memang murni sebagai sebuah tontonan dengan moral lesson sekenanya. Lebih dari itu, mungkin hanya menjadi ilmu yang tak mesti direalisasikan pula.
Tokoh sentral dan seluruh ekstrasnya bermain sama gemilangnya dengan apa yang telah ditumpahkan duo sutradaranya. Kendati mereka bukan aktor papan atas dengan modal akting hebat, nyatanya mereka bermain dengan sangat apa adanya dan jauh dari kesan high annoyance. Dengan begitupun, maksud sang sutradara berhasil dilontarkan dengan sangat baik. Sorotan kamera di bumi timur tengah lengkap dengan landskep kuning mataharinya cukup membantu ‘memanasi’ hati para tokoh yang terkesan pedih.
Sebagai perwakilin di bursa Oscar, Israel ternyata masih memiliki segudang talenta yang harus dijunjung tinggi kekreatifitasannya. Sineasnya menghiraukan segala hubungan bilateral pelik yang menimpa negaranya. Hebatnya, pemerintah negara masih memberikan perhatian ke bidang perfilman negara tersebut. Sistem ini sepatutnya ditiru oleh negara kita. Pemerintah harus meberikan sumbangsih penuh dan menjadi tulang punggung sineas lokal dalam pengimplementasian kekreatifitasan anak bangsa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar