Director : Robert Luketic
Cast : Ashton Kutcher, Katherine Heigl, Tom Selleck, Catherine O'Hara
Rate : 2/5
Robert Luketic, sutradara Australia ini pernah membuat saya terkagum-kagum tatkala memberikan suguhan berbeda di Legally Blonde tempo hari. Film yang tidak membodohkan kaum wanita berambut pirang itu fokus kepada tujuan awal untuk menjadi karya yang bermutu. Dan itu berhasil. Tapi, makin ke sini apa yang dilakukan Luketic tak lebih hanya sebuah kemediokeran yang kian menyusut kualitasnya. Win A Date with Tad Hamilton boleh saja lucu, tapi Monster-in-Law, 21, dan The Ugly Truth hanya sekumpulan produknya yang kurang mengakar dari kata berkualitas. Jika saya boleh berujar, seharusnya Luketic harus lebih pintar memilih naskah dan memolesnya dengan jiwa besar hingga hasilnya bisa jadi serupa dengan apa yang telah ditorehkan Legally Blonde itu.
Kali ini, Luketic mengajak Katherine Heigl lagi untuk meramaikan filmnya. Bersama Ashton Kutcher, Heigl harus rela menguras seluruh tenaganya untuk menjauhkan diri dari berbagai oknum yang hendak membunuh mereka. Percobaan pembunuhan itu ternyata ulah dari si Ashton yang pernah menjadi seorang mata-mata berbodi sempurna dan kehadirannya disinyalir agak mengganggu pihak lain dalam beroperasi. Dan ya, kekonyolan-kekonyolan slapstick muncul silih berganti seraya dengan keterpaksaan berbagai adegan yang diharapkan dapat meningkatkan tensi penonton. Apa mau di kata, harapan adegan seru dan dialog berkualitas serta duet memukau dari dua aktornya malah menjadi bumerang sendiri. Film ini berantakan dalam arti sebenarnya. Kekompakkan Heigl-Kutcher yang kurang terjalin semakin memperparah filmnya sendiri.
Prolog film ini dimulai dengan sangat tidak mengenakkan. Bagaimana tidak, ayah-ibu-anak duduk di kursi pesawat dan melontarkan joke garing yang tidak dimengerti sebagian besar penonton. Penulis naskahnya sudah over narsis dan seenak perutnya dalam mengetik skrip tanpa memikirkan kerja otak penonton. Bukan hanya di adegan itu saja, hampir dialog hingga menuju ending pun tidak ada perubahan ke arah yang lebih baik. Janggal sekali. Untung saja, beberapa adegan aksi dan car chase di film ini cukup bisa menggiring penonton agar tidak tertidur lebih dulu. Malah, menurut saya lebih enak dilihat dari film Knight and Day. Selebihnya, Killers kembali ke pakem awal yang lebih mengutamakan hiburan tok yang ironisnya tidak mengibur.
Keterpurukan chemistry Heigl-Kutcher saya resapi karena akibat dua hal. Pertama, masing-masing Heigl dan Kutcher saling berlomba untuk menjadi yang teridola di mata penonton. Keegoisan itulah yang menyebabkan kerja sama mereka terasa buruk sama sekali. Dan kedua adalah label yang telah melekat di diri Heigl-Kuthcer. Mereka sebagai dewa-dewi komedi-romantis malah sempoyongan membawa predikat itu jadi lebih baik. Jadi, apa yang terjadi di sini seperti sebuah pembuktian jika gelar dewa-dewi itu belum bisa disematkan kepada mereka.
Tapi yang pasti saya acungkan kredit khusus untuk musik pengiring film ini yang telah berjasa besar. Berani bertaruh, jika musiknya sama bobroknya, mungkin nilai 2/5 masih terlalu besar untuk diberikan. Dan juga adalah kostum para pemainnya, khususnya untuk Ashton Kuthcer (kecuali pakaian renangnya). Apa yang dia pakai serasa ingin saya pakai juga. Matching, tight, and sedap dipandang. Untuk Heigl, dia akan tetap terlihat charming, dengan atau tanpa pakaian sekalipun.
Kesimpulannya, mungkin Luketic ingin membawa Killers ke jenjang yang lebih baik, tapi Luketic malah salah mengambil langkah atas saduran naskahnya. Dan itu semakin dipersempit dengan keadaan menyedihkan dari permainan kedua aktor utamanya. Dan, Killers boleh disantap jika Anda penggemar Heigl-Kutcher atau Anda memang penggemar fanatik film model beginian.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar