Director : Fernando Meirelles
Cast : Julianne Moore, Gael Garcia Bernal, Mark Ruffalo, Alice Braga, Danny Glover
Rate : 3/5
Berawal di sebuah jalan raya, seorang lelaki Jepang mengalami kebutaan mendadak yang menyebabkan traffic jam di kawasan tersebut. Naas, ia ditipu pedestrian lain yang mencuri mobilnya. Setelah itu, berturut-turut masyarakat sekitar mengalami kebutaan yang sama. Kebutaan oleh sebuah epidemik yang menyebabkan penderitanya hanya bisa melihat warna putih di depan lensanya. Singkatnya, seorang dokter dan istrinya (sedikit dari yang memiliki kekebalan) serta seluruh pesakitan dikarantina di suatu kamp. Di sana terlihat bagaimana keegoisan pribadi yang memecahbelah mereka menjadi dua kubu berlainan emosi. Kekejeman, kebrutalan serta kemaksiatan dari kubu tercela memonopolinya.
Film ini sukses membuat emosi saya teraduk-aduk. Awal film, saya telah dibuat bingung dan bertanya-tanya tentang apa yang sedang terjadi, pertengahan film merasa cemas tentang apa yang yang sedang mereka hadapi, menit berikutnya merasa jijik dan kesal ketika egosentris kembali menjamur. Berarti, saya nilai Fernando Meirelles selaku sutradara sudah cukup berhasil dalam mengolah adonan naskah menjadi sebuah film yang penuh liku dan berjuta tensi emosi untuk penontonnya. Sorotan-sorotan kamera gelap yang ditangkap justru menunjang kebiadaban korban isolasi. Di sinipun kita bisa tau tentang kesetiaan penuh dari seorang istri kepada sang suami meski terjadi hal sepahitpun di matanya. Terlihat jelas, bagaimana para manusia mengeluarkan semua amarah, menyepelekan mutualisme dan menjadi parasit jika harus berada di posisi yang mengharuskan seperti itu.
Meirelles memang lebih menekankan kepada psikologis karakter (dan penonton) seperti halnya yang terjadi di novelnya (teman saya bilang, novelnya memang lebih ke arah tersebut). Jadi harap maklum jika ada beberapa hal yang masih membuat otak kita bertanya-tanya meski tombol stop pada remote sudah kita pencet. Blindness juga menggunakan teknik sama seperti 28 Days Later ataupun I am Legend, bedanya Blindness tidak memfokuskan tentang zombie ataupun vampire. Maksud saya, Blindness menyajikan kekosongan kota yang hanya diisi segerombolan manusia kurang beruntung. Tapi uniknya, mereka merasa bersih, tenang dan suci ketika hujan mengguyuri kota tak bernama tersebut.
Penampilan dari Julianne Moore, Mark Ruffalo, Gael Garcia Bernal serta Alice Braga bisa berkompilasi membentuk satu-kesatuan aktig yang berkesinambungan. Tidak ada rasa ingin menonjol sendiri, terutama Moore yang berbesar hati untuk tidak tamak, kendati penampilannya yang paling banyak disorot.
Tapi sayangnya, Blindness masih sering terjadi kesalahan teknis terutama dan yang paling fatal adalah jika istri dokter tersebut masih memiliki akal sehat, sudah jelas dengan ketidakbutaannya bisa saja ia langsung menindas tindak asusila di kamp tersebut. Apa Meirelles kurang berani dalam mengeksekusi hal tersebut? Entahlah, tapi yang pasti Blindess cukup apik diramu sedemikian rupa untuk menjadi karya yang layak tonton. Berbeda dengan karya Fernando sebelumnya yang mengutarakan intrik yang begitu sulit diikuti di The Constant Gardener, di sini konflik yang terjadi masih lumrah dan tidak terkesan berlebihan. Meirelles juga sukses mengupah komposer musiknya untuk memberi sentuhan berani, mistis dan menegangkan sepanjang film.
Silahkan berkaca lewat film ini? Jika saya (dan Anda semua) berada di suatu tempat yang tak tau di mana dan mengidap suatu penyakit massal, apa yang akan dilakukan? Berserah diri atau pasrah atau bunuh diri, bermutualisme dengan korban lain, berotoriter tak kunjung selesai atau mencoba mencari kebenaran atas segala sesuatunya? Blindness berhasil memberi gambaran atas semua itu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar