Director : Jonathan Glazer
Cast : Ray Winstone, Ben Kingsley, Ian McShane
Rate : 3,5/5
Berawal dari sebuah landscape belakang sebuah rumah mewah, terlentang seorang lelaki tambun yang menikmati hidupnya. Tak lama, gundukan batu besar hampir melenyapkan nasibnya. Film ini tidak bercerita tentang bagaimana ia melewati gundukan tersebut, karena setelah itu sang lelaki direkrut oleh seorang kepala gangster yang rapi-luar-rusak-dalam. The mob mengajak sang lelaki untuk menuntaskan suatu misi yang tak akan tertebak hingga ending-nya. Problema yang dimaksud bahkan tidak dapat saya duga sebelumnya.
Kelebihan utama di film ini adalah durasi. Kebanyakan film bertema gangster-gangster-an begini memerlukan waktu yang cukup panjang untuk menjelaskan hal-hal pokok yang mengikutsertakan tema dan cerita. Tapi, Sexy Beast malah bermain dengan menitan yang tak lebih dari 100 menit. Oleh sebab itu, film ini tidak terasa membosankan akan durasi, tapi malah mematok cerita secara pas tanpa ada kesan pemaksaan pemasangan plot-plot sampingan. Hingga, saya sebagai penonton dituntun oleh kinerja ceritanya yang sudah padat berisi tanpa harus dipusingkan dengan berbagai tetek-bengek yang lain. Kendati begitu, sang sutradara terlalu keenakan bermain dengan gayanya sendiri. Penataan editing yang semrawut bisa saja saya katakan sebagai kelemahan yang membuat penonton pusing tujuh keliling. Sistem ini seringkali berhasil, tapi jika diproses secara berlebihan semisal kasus Sexy Beast ini malah terkesan 'sembrono' dan merusak citra ceritanya sendiri. Memang agak sedikit mendukung alur mundur-maju yang diterapkan, tapi tidak untuk porsi yang serba lebih.
Hebatnya, film ini memiliki Ben Kingsley. 'jelmaan' Gandhi ini bermain sungguh memikat. Paparan aktingnya bahkan mengalahkan sepak terjang tokoh utamanya yang digawangi Ray Winstone. Permaian menyengat dari seorang Kingsley bahkan bisa merubah aroma kemayu dalam satu frame menjadi serangkaian yang membuat bulu roma berdiri. Lihat betapa tidak arif-nya ia meladeni seorang pramugrari dan betapa sekonyongnya ketika klimaks cerita. Kingley memang memperlihatkan sekali bagaimana menjadi seorang figuran yang sanggup bermain cemerlang. Sedangkan untuk Ray Winstone serta para pembantu lainnya, bisa dikasih kredit 'lumayan', atau kalau boleh saya bilang, pas porsi.
Lalu, kelebihan lain yang dimiliki film ini adalah penyajian tema kegangsteran yang berbeda dari film kebanyakan. Glazer yang pernah mebuat Birth memberikan penonton berupa teka-teki yang jawabannya bisa kita temukan jika kita mengikuti alurnya. Glazer memang tidak serta merta menyajikan suguhan yang ringan, bahkan bantuan dari scriprtwriter-nya pun boleh dibilang 'berat'. Memang agak sulit jika harus membandingkan dengan tema serupa milik Martin Scorsese, tapi jasa Glazer di sini jelas memberi angin segar di tengah dunia kriminal Hollywood kadang semakin lembek.
Sexy Beast memang bukan mob movie yang superior dan megah dari sisi teknis, tapi Sexy Beast masih memiliki darah keperkasaan akting yang dimiliki aktornya serta juga masih menyimpan sekelumit pendiktean akan ketamakan yang akan menyebabkan kehancuran bagi diri kita. Boleh jadi sangat direkomendasikan, tapi sekalipun agak capek menontonnya, saya jamin bukan karena durasi, tapi hanya dari ketidaksabaran penonton saja yang ingin mengetahui ending-nya lebih cepat.
trimakasih sudah direview, baru aja siap nonton film ini, apa yg saya rasakan jg sesuai dngn yg dipaparkan dsni xD
BalasHapus