Director : Milos Forman
Cast : F. Murray Abraham, Tom Hulce, Jeffrey Jones, Chyntia Nixon
Rate : 4,5/5
Wolfgang Amadeus Mozart, seorang legenda musik yang karyanya telah melanglang buana seantero dunia. Seorang komposer musik yang berdigdaya dengan kejenakaanya. Diperankan oleh Tom Hulce, Amadeus mengulas kehidupan Mozart mulai dari seorang penggubah lagu istana hingga menjadi pelipur dunia musik kontemporer. Kehadiran Mozart ternyata dirasakan risih oleh Antonio Salieri yang sejak awal telah menancapkan bendera dendam dan iri hati kepada Mozart. Segala upaya dilakukan Salieri guna menjatuhkan martabat mozart. Nihil, yang ia dapat malah sebuah tambalan kedengkian yang semakin menebal hingga ujung hidupnya dipenuhi rasa penyesalan tiada tara. Amadeus juga menerangkan lika-liku percintaan Mozart dan juga serentetan bagaimana karyanya lahir di muka bumi ini.
Jika melihat art direction yang ada, saya sebagai penonton amatiran merasa sangat takjub. Seluruh aksen serta palet warna yang menyertai film ini sungguh seperti melihat alam dunia pada tempo itu. Semua secara detail dipoles oleh para kru semaksimal mungkin. Tak luput juga penataan gambar, desain kostum serta pengeditan suara yang semakin mengukuhkan jika Amadeus adalah warisan berharga di era 80-an. Film yang sangat indah dari segi kostum, easy listening dari segi komposing musik, anggun dari segi sinematografi serta memukau di sisi akting. Para pekerja di film ini tidak memakan gaji buta dengan mengoptimalkan keseluruhan yang membuat film ini sangat bernilai sepuluh. Tak pelak pada perhelatan Oscar 1985, Amadeus memborong 8 dari 11 nominasi yang didapat. Itu termasuk untuk Best Make-up dan Best Adapted Screenplay. Peter Shaffer telah juara dalam membina hubungan realistis Mozart akan kehidupannya menjadi mengalun lebih lembut tapi sarat akan emosi dan pendalaman karakter. Milos Forman, orang yang sebelumnya dengan sukses menggarap One Flew Over The Cuckoo's Nest dengan pintar mengolah bahan mentah naskah Shaffer menjadi lebih hidup. Banyak memoribilia yang dikandung dalam banyak adegan di film ini. Pencapaian yang luar biasa.
Tom Hulce yang bertransformasi sebagai Mozart sendiri sudah cukup pas dan hanyut dalam karakternya. Penjiwaan akan beban batin Mozart tersampaikan dengan sangat baik. Tapi, permainan akting F. Murray Abraham begitu menyengat sebagai Salieri. Murray bahkan sanggup menggiring penonton ke tingkat yang lebih relevan kepada tokoh Salieri. Suatu waktu, sifat dengkinya menyeruak tatkala membuat pemirsa seakan ingin membunuhnya kala itu juga. Tapi, di waktu lain Salieri berada di titik terlemah yang kemungkinan semua orang pasti akan merasakannya. Hingga pada puncaknya, saat masa renta Salieri yang telah hangus kejayaannya. Masa merdeka akhirnya lenyap dimakan keiriannya dan menyisakan tulang berbungkus kulit. Untuk pemain lain, saya nilai sudah cukup membantu menopang performa dua aktor utama tadi. Tapi rasanya, film ini memang milik Hulce dan Murray saja.
Jika boleh berumbar tentang betapa pentingnya Mozart bagi dunia universal pada umumnya dan dunia musik khususnya, tokoh satu ini memang telah sumbangsih seluruh isi kepalanya. Tak sedikit musisi dunia yang berkiblat kepada seorang Mozart.
Amadeus merefleksikan sosok protagonis yang berlaku pantang menyerah tapi mudah menoleh ke sana ke mari tanpa ada penyeleksian terhadap dirinya sendiri. Sedangkan Salieri yang kebagian peran jahat mengimplementasikan seseorang yang keji, biadab yang berkombinasi dengan kelembutan yang menusuk. Kejahatan yang sempurna. Akhir kata, betapapun hal negatif yang kita lakukan untuk sebuah kemenangan tak akan berbuah manis. Yang ada membuat beban moril dan psikis menjadi-jadi sampai hidup terkatung-katung menuju ajal.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar