Selasa, 13 Juli 2010

Thirst (2009)

Director : Chan-wook Park
Cast : Kang-ho Song, Ok-bin Kim, Hae-sook Kim, Ha-kyun Shin
Rate : 4/5

Mungkin para twi-hards akan tersipu malu dan nangis di pojokan saat menonton film ini. Mengapa? Karena ini versi tolak-belakang dari kisah menye-menye karangan Stephanie Meyer tersebut. Thirst menjungkirbalikan skeptis yang berlebihan kepada vampir manis-sensitif. Dan, memang beginilah sosok penghisap darah sebagaimana mestinya. Rakus darah, takut sinar matahari, serta berbagai kewajaran lainnya. Tahun 2009 kemarin, Thirst 'bermain' di festival perfilman dunia hingga mendapatkan predikat Sutradara Terbaik untuk Cahn-wook Park di Cannes tahun lalu. Suatu hal yang tak mungkin diraih Twilight saga jika tampilannya yang begitu-begitu saja. Ah, di sini saya mau berbicara tentang film Asia ini. Biarlah Twilight saga menjadi debu yang pernah menempel di kulit saya, dan saya mengelapnya hingga kulit saya kembali bersih dari debu tersebut melalui film ini.

Seorang pendeta yang merelakan dirinya untuk ikut di suatu percobaan berbahaya. Dengan faktor sebagai satu-satunya yang masih hidup, pendeta tersebut menjadi 'tuan agung' di kotanya sendiri. Seluruh orang seakan bersembah kepadanya. Hingga suatu hari ia diharuskan menolong sahabatnya yang memiliki seorang istri (atau pelampiasan seksnya belaka?) yang cantik. Intens yang tak seharusnya membuat hubungan itu harus berjalan di bawah bendera rahasia. Mereka mengendap-ngendap bertemu dan bercinta. Sampai suatu hari sang wanita mengetahui rahasia terbesar sang pendeta yang membuatnya dilema akan nasibnya ke depannya.

Film ini pas untuk menjelaskan hubungan terlarang vampir-manusia di era milenium sekarang ini. Mereka tidak terang-terangan terbuka, mereka mengemban kesengsaraan pemendaman rahasia, dan mereka juga harus bersikap semestinya kala di depan umum. Thirst juga setia dengan novelnya yang katanya vulgar dalam urusan adegan seks. Sang pendeta juga tidak terlihat seperti sosok hero yang harus melindungi dunia. Malah dilematis yang menderanya seakan kontras dengan tujuan awalnya menjadi sukarelawan. Memang, apa yang terangkum di film ini seperti melihat film semi-porno tetapi dengan kualitas cerita yang mumpuni. Adegan menyeruput darah oleh si pendeta juga telihat keren. Tidak kacangan. Bahkan kalo boleh dibilang, unik dan menyedihkan bagi korbannya. Pertempuran yang mendarah merah juga sangat menyejukkan mata. Tidak sesuai dengan warna latarnya. Bair gregetnya tidak hilang, cobalah buktikan sendiri.

Semua itu bergulir dengan sangat nikmat atas bantuan tangan para penulis naskah. Chan-wook Park dan Seo Gyeong-Jeong sukses membalut cerita yang kokoh. Keseluruhan terasa terlengkapi atas performa luar biasa dari para aktronya serta visualisi yang menawan dari gerakan karema si penangkap gambar. Penyutradaraan Park juga tidak sia-sia. Iya telah cum laude memadupadankan nuansa keheningan yang menyiksa via Old Boy. Tapi juga sudah pengalaman membuat cerita yang sedikit futuristik lewat I'm a Cyborg, But That's OK. Thirst seakan semakin memantapkan perjalanan karir filmnya di belahan dunia barat sana.

Sayang sekali, film ini tak luput dari kelemahan. Andai saja musik pengiring film ini dipoles sedikti lagi menjadi lebih bagus, tak pelak hal itu akan semakin menggemilangkan Thirst. Suasana mencekam kurang terasa karena bantuan scoring music yang kurang bekerja dengan baik. Sudahlah, toh filmnya sendiri sudah menggelegar dan mampu meremuk-redamkan para Bella Swan cs. hingga ke inti bumi paling dalam.

Untuk sebuah film bergaya klasik seperti ini, Thirst sudah mampu berada di posisi itu. Tapi untuk menjadi sebuah yang luar biasa semacam Nosferatu atau classic masterpiece lainnya, Thirst kurang sedikit ditampol dalam berbagai segi. Tapi, apapun itu, Thirst sudah sedikit melegakan akan kehausan sebuah kisah vampir modern yang telah dibutakan oleh romansa-tidak-selesai-selesai trisome Bella-Jacob-Edward. Sangat direkomendasikan bagi siapa saja yang menyukai film berjenis thriller, horror, drama berkualitas atau apapun genre yang pas untuk Thirst ini. Menyegarkan, mengangkat pamor manusia penghisap darah ke lajur sebenarnya, serta bisa jadi menjadi acuan untuk karya sejenis ke depannya. Dan tolong, Hollywood jangan me-remake-nya!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar