Director : Nimrod Antal
Cast : Adrien Brody, Alice Braga, Topher Grace, Danny Trejo, Laurence Fishburne
Rate : 2,5/5
Sekelompok manusia tak saling kenal satu persatu dipertemukan di sebuah hutan belantara tak bertuan. Royce, lelaki bersosok pemimpin, ada wanita tentara perang, pria muda seorang ilmuan, seorang narapidana, komplotan Yakuza, serta serdadu Rusia. Mereka harus segera memecahkan seluruh pertanyaan di benak mereka kenapa bisa ada di 'wahana' menakutkan itu. Perlahan, mereka akhirnya menemukan jawaban yang serta merta menyiksa fisik. Sekumpulan Predator yang tak diharapkan muncul akhirnya menampakkan diri. Dengan sekuat tenaga 'para tamu' ini mesti menyelamatkan diri dari neraka tersebut.
Sebelumnya, ini menjadi sebuah taruhan bagi saya saat akan menonton film terbaru Nimrod Antal ini. Kenapa? Saya tidak dijejali review serta belum pernah menonton satupun franchise film ini. Menariknya, dengan begitu saya bisa dengan fokus hendak ke mana film ini akan mengacu. Sulit sekali jika harus bilang film ini bagus, tapi tak pantas juga mencercanya menjadi film hancur. Intinya, film ini adalah sebuah jumlah untuk memperbanyak film yang diangkat ulang dari tahun 80-an dengan hasil yang biasa-biasa saja. Predator dulu sempat membuat seorang Arnold-yang-nama-belakangnya-susah-sekali-ditulis menjadi sebuah aktor legenda dan terkenal di seluruh dunia. Pada waktu itu, ide film ini termasuk original. Karena memamparkan jika yang menjadi musuh adalah manusia. Melihat kesuksesannya, sekuel tak bisa ditahan hingga muncul Alien vs. Predator. Whoever wins, we lose- tagline yang sangat mengena sekali.
Lewat rilisan terbaru ini, bersama A Nightmare on Elm Street dan The Karate Kid, Predators seakan pengulangan dari kisah aslinya. Tapi untunglah si pembesut bisa sedikit bijaksana dalam mengarahkannya. Banyak aspek yang lumayan membuat diam terpaku saat menontonnya. Pemunculan 'pemangsa' pun terbilang tidak kacangan. Setelah menit 20-an, Predator menunjukkan tajinya yang memang menyeramkan. Tapi setelah itu, adegan pengenjot adrenalin semakin berkurang, berkurang, dan hilang. Bahkan untuk ending sekalipun film ini sulit sekali merangkak lebih baik. Sebenarnya, hal itu bisa dimaafkan jika penulis san sutradaranya mau sedikit bereksplorasi akan adegan-adegan tersebut. Setidaknya ada satu adegan yang mebuat saya tersenyum karena kesan klasiknya. Pertarungan one on one antara Yakuza dengan samurainya melawan seekor Predator. Di ladang ilalang yang hijau dengan cahaya bulan temaram, polesan warna darah keduanya begitu kontras. Atmosfer pertandingannya sangat terjaga. Dan lucunya, sang Predator seperti tau dan mau ngeladeninya. Kalo mau dipikir, kenapa ia tidak langsung menembak saja dengan peluru lasernya? Timbul pertanyaan lagi bukan.
Nimrod Antal sebenarnya cukup sukses membuat rekonstruksi sebuah kebimbangan seperti yang ia lakukan di Vacancy tempo lalu. Sayangnya lagi, meski score music sudah cukup membantu, Antal malah mengeksekusinya dengan seadanya. Untunglah, performa seluruh pemain walaupun tidak hebat masih tetap mampu mengendalikan tempo. Adrien Brody sekali lagi tersesat di sebuah tempat asing yang seperti ia perbuat di King Kong. Setelah akhirnya merenggut Oscar, Brody seakan kehilangan jimat hingga harus main di film ala kadarnya. Ada lagi penampilan yang cukup kuat dari Alice Braga serta kemunculan Laurence Fishburne yang mengejutkan. Satu hal lagi, munculnya Fishburne menjadi salah satu pertanyaan besar berikutnya. Tidak dijelaskan sama sekali apa niatnya mengambil alih perjalanan dan hendak mengurung Royce cs. Okelah kalo dia ingin kabur dengan menaiki pesawat. Tapi alangkah cerdasnya jika dalam keadaan mencekam itu segala sesyatu dikerjakan bersama-sama. Topher Grace ikut serta sebagai seorang ilmuwan muda. Perubahan sikap pada ending sedikit membingungkan. Masih banyak lagi kebingungan-kebingungan lainnya.
Singkatnya, untuk menjadi summer movie, film ini berhasil. Paduan thriller monster dengan beban psikologis itu mampu membuat feature ini sedikit terkatrol ke permukaan. Kenapa saya sebut psikologis? Karena ada beberapa bagian yang menunjukkan kesan itu oleh tokohnya. Lanjut lagi, namun untuk menjadi sebuah film bagus sayang sekali pemikiran itu harus dibuang jauh-jauh. Dengan segala kehilangan arah filmnya yang berupaya menunjukkan kejutan-kejutan, film ini malah bobrok karena itu semua. Oleh sebab itu, buang skeptis sebelum menontonnya kalau ini film akan sanggup menopang kebobrokan Aliens vs. Predator : Requiem. Dan satu hal lagi, jika Anda berada di posisi mereka, ingat satu hal : jangan terlalu percaya, sebab orang baik belum tentu baik dan sebaliknya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar